LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

10 Juni 2008

Kejutan Awal April


Kejutan di awal bulan April. Mungkin inilah kalimat yang cocok untuk melukiskan disahkannya kebijakan tentang kenaikan tunjangan khusus hakim sebesar 300%. Kebijakan ini memang memberikan efek kejut yang cukup berarti karena memancing reaksi dari banyak pihak, tetapi yang pasti, ini adalah kabar gembira bagi para hakim.


Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2008 tentang Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai di Lingkungan Mahkamah Agung (MA) dan Badan Peradilan di Bawahnya. Inilah dasar hukum yang mengakomodasi kenaikan pendapatan para hakim. Perpres ini ditandatangani oleh Presiden tanggal 10 Maret 2008.

Berdasarkan Perpres ini, nilai tunjangan terendah yang akan didapatkan oleh hakim sebesar Rp. 4.500.000,- per bulan. Jumlah ini akan diberikan kepada hakim pengadilan militer tipe B. Tunjangan yang paling besar nantinya akan diterima oleh Ketua MA, yaitu sebesar Rp. 31.100.000,-.

Selama ini, isu tentang kesejahteraan hakim memang telah menjadi perhatian banyak pihak, termasuk jeritan dari para hakim sendiri. Soal kesejahteraan ini juga yang sering dijadikan alasan tumbuh suburnya praktek jual beli perkara. Karena pendapatan hakim yang rendah, menyebabkan hakim mudah ‘dibeli’, itulah isu yang seringkali berkumandang.

Lalu apakah dengan kenaikan pendapatan ini lantas isu tentang praktek jual beli perkara akan hilang? Apakah bila hakim sudah disejahterakan dia tidak akan tergoda oleh kilauan duit suap? Terlalu dini untuk menjawabnya sekarang, karena jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas masih membutuhkan waktu serta pengamatan yang seksama.

Tetapi yang jelas memberikan kenaikan pendapatan bagi para hakim ini merupakan salah satu usaha agar mereka tidak mudah goyah digoda makelar-makelar perkara yang menyodorkan kilauan kartal dan giral agar kebenaran dan keadilan bisa dimanipulasi.

Kebijakan kenaikan tunjangan bagi para hakim ini memang mengundang banyak kritik. Namun, respon positif dan optimis juga tidak kalah banyaknya. Semua respon ini menandakan bahwa para hakim sangat diperhatikan oleh masyarakat.

Kritik dan pesimisme tentang kebijakan ini seyogyanya dilihat sebagai sebuah harapan dari masyarakat akan terciptanya sosok-sosok hakim yang jujur, professional dan menjaga serta menegakan martabatnya. Sementara respon optimis dan positif sepatutnya dilihat oleh para hakim sebagai motivator dan dukungan untuk bekerja demi keadilan dan kepastian hukum yang merupakan faktor penting bagi pembangunan sebuah negara.

Dikutip dari Buletin Komisi Yudisial, Vol. II No. 5 – April 2008.