LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

11 Februari 2009

Freeport, Akar Separatisme Negara

Oleh: Arkilaus Baho*)

Banyak kalangan menilai perusahaan asal Amerika yang sudah menguras kekayaan alam di Papua ini tidak hanya menimbulkan kelalaian kontrol tetapi juga memicu semangat perlawanan rakyat akibat ekspansi neoliberal. Puluhan tahun pula selama di Papua, PT Freeport menyumbang belenggu ketidakadilan dan penjarahan hak politik, ekonomi dan kedaulatan negara. Di mana sistem Undang-undang pengontrol investasi jadi amburadul, dan bagi rakyat Papua, sumbangsih PT Freeport terkait integrasi Papua menuai ketidakadilan dan menjemput anarkisme demokrasi.

Pendudukan PT Freeport di Papua meletakkan peradaban baru; status Papua secara politik beralih dalam pangkuan RI pasca-seruan Trikora, tahun 1963. Investasi asing terus membanjiri bumi Indonesia pasca-negosiasi produk hukum lunak (UU PMA satu/1967) bagi pengelolaan aset ekonomi bangsa. Jadilah kenyataan, 80 persen aset tambang di Indonesia dikuasai asing dari segala sektor strategis pengelolaan hasil alam di nusantara ini.

Phobia negara-negara berkembang terus menyatukan globalisasi dengan kesejahteraan rakyat sudah dilakukan pasca isu-isu globalisasi menjamur di dunia. Indonesia menjadi negara berkembang di Asia Tenggara yang punya nilai lebih secara ekonomis dan suprastruktur rakyat sebagai benteng reformis bagi melunaknya keberpihakan negara atau pemerintah mendukung hegemoni imperialis.

Sudah 37 ribu lebih saham milik Perusahaan Trans Nasional (TNC) untuk mata rantai ekonomi dalam negeri dan dunia. Di mana 21 perusahaan negara di dunia pendukung investasi operasi tambang bagi PT Freeport Indonesia. Dan 150 ribu anak perusahaan di dunia yang punya hubungan produksi di bawah payung eksplorasi tambang milik PT Freeport yang berpusat di Amerika. Skala operasi terbesar PT Freeport di dunia adalah di Papua, "Tembagapura" dengan cadangan emas, batubara dan merkuri yang begitu banyak.

Bagaimana keuntungannya bagi kelangsungan hidup bagi negara? Nilai lebih adalah tujuan investasi dalam segala hal. Transparansi keuangan PT Freeport secara rutin dipublikasikan pada dekade tahun 2005 sampai sekarang. Kewajiban PT Freeport di tahun 2007 saja, mencapai Rp. 2,9 Triliun untuk Jakarta, Rp. 33 Milyar buat Timika. Jika rata-rata penghasilan PT Freeport mencapai Rp. 1 trilyun per tahun, maka sudah ada devisa puluhan trilyun rupiah bagi negara.

Dengan stigma kesejahteraan rakyat dari ekonomi bangsa, tatkala sampai sekarang PT Freeport Indonesia, yang beroperasi sejak tahun 1967 – sekarang, dengan luas konsesi sebesar 2,6 juta ha, termasuk 119.435 ha hutan lindung dan 1,7 juta ha kawasan konservasi. Akankah pulau Papua semakin sempit? Tidak, fisik pulau Papua begitu luas, tetapi habitat alam dan mahluk hidup menjadi rentan dari sapuan penanam saham ini. Tatkala gunung Gresberg terus dibuat terowongan dan penggalian lubang besar-besar nyatanya.

Pemerintah Indonesia mewakili ratusan juta penduduk punya utang luar negeri sebesar USD 61.81 Milyar yang harus dikeluarkan dari kas APBN. Angka ini semakin memprihatinkan bagi keberpihakan negara terhadap lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan dan pembangunan ekonomi.

Akankah efisien dengan kekuatan ekonomi negara bagi kebutuhan hidup warga negara di tengah krisis ekonomi dunia suatu masalah krusial sekarang. Inilah fakta, kemandirian bangsa dipertanyakan sejauh mana kemungkinan keberhasilan bagi kesejahteraan rakyat di dalam ruang kepungan globalisasi saat ini.

Pemutusan hubungan kerja ribuan pegawai perusahaan, yang dibarengi dengan pembentukan daerah pemekaran baru, akankah ini solusi bagi penanganan pengangguran? Stimulus eksploitasi tambang sejak masuknya PT Freeport, merambat ke dalam keberpihakan ruang negara begitu besar bagi keberlangsungan investasi ketimbang negara memberi ruang bagi kemandirian bangsa dalam segala hal. Undang-undang tata ruang melegitimasi penggusuran di mana-mana dan keyakinan bagi PT Freeport untuk menerapkan sistem security di areal penambangannya. Anehnya, pihak security PT Freeport (memproteksi) untuk tidak berada di areal tambang lebih ketat. Memasuki wilayah PT Freeport harus mengantongi 12 ijin resmi. Memalukan sekali, di mana Undang-undang investasi asing justru memberi kemudahan bagi segenap investasi asing di Indonesia. Terbalik bukan?

Realitas negara tidak berpihak kepada kemandirian bangsa inilah, separatisme negara terus menjarah aset rakyat, dan merombak kedaulatan bangsa. Separatisme negara sangat mungkin merekonstruksi kemiskinan permanen, tetapi keberadaan kelompok separatis negara ini malah dilindungi negara dan negara memenjarakan rakyatnya yang tidak sepakat dengan separatis negara.

Papua titik penting dalam sejarah keterpurukan bangsa Indonesia. Ia, gara-gara PT Freeport masuk di Papua, UU PMA diteken penguasa di Jakarta sebagai fondasi utama bagi meningginya kelompok separatis negara. Dan gara-gara tuntutan Papua merdeka juga, Otonomi Khusus dan Otonomi daerah diberlakukan dengan stimulus di era reformasi. Belumlah kemajuan didapat, demokrasi tidak begitu utama, hak asasi manusia dan ekologi bukanlah ideologi utama bagi para penyelenggaraan negara yang saya sebut "Separatisme Negara", di mana PT Freeport adalah otak di balik bertumbuhnya benih-benih penghianatan terhadap kedaulatan rakyat Indonesia, khususnya rakyat di Papua Bagian Barat, dari Sorong sampai Samarai.

*) Mantan Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua Internasional (AMP – I), Periode 2005 – 2008 dan Jurubicara Nasional Front PEPERA PB, Periode 2006 – 2008.


Keterangan Foto:
Suasana demonstrasi massa Front PEPERA PB yang menuntut penutupan PT Freeport.