LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

10 Maret 2009

Persidangan Buchtar Tabuni: Masa Depan Penegakan HAM yang Makin Suram

Oleh: Andawat

Rabu 18 Februari 2009 pukul 09.00 WP, suasana di Pengadilan Negeri (PN) Jayapura dipenuhi dengan satuan aparat keamanan. Setidaknya ada 2 SSK pasukan Brimob dan Dalmas dari Polda Papua yang siaga di halaman Kantor PN Jayapura dalam rangka pengamanan sidang Buchtar Tabuni. Aparat disiagakan dengan perlengkapan tempur, senjata dan mobil water canon, belum lagi aparat yang berpakaian sipil yang tak terhitung jumlahnya. Aparat kepolisian mulai melakukan pengamanan (pemeriksaan) baik di dalam ruang persidangan maupun di luar ruang persidangan.

Buchtar Tabuni yang ditangkap oleh tim Opsnal Reskrim Polda Papua pada tanggal 3 Desember 2008 atas tuduhan melakukan tindak pidana makar (aanslag) dan penghasutan sesuai dengan pasal 106 KUHP akhirnya disidangkan di PN Klas IA Jayapura dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Buchtar dianggap sebagai salah satu tokoh yang memprovokasi muncul dan menguatnya dukungan internal di Papua, khususnya dari kalangan mahasiswa dan orang muda terhadap pembentukan kaukus International Parlementary for West Papua (IPWP) di London, Inggris pada tanggal 16 Oktober 2008. Dia memimpin aksi demo di Expo dan di Uncen Waena, pada tanggal 16 Oktober 2008.

Dalam sidang perdana ini, Buchtar Tabuni didampingi oleh 12 pengacara/Penasehat Hukum (PH) dari koalisi The Law Enforcement in Papua Team, yang terdiri dari berbagai lembaga di Papua, antara lain Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), Kontras Papua, Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH) dan Perhimpunan Advokad Indonesia-Papua (PERADI). Selain para pengacara terdapat sekitar 10 orang assisten pengacara di bawah koordinator litigasi, Iwan K. Niode dari ALDP, didukung juga dengan teman-teman non pengacara yang tergabung dalam tim non litigasi di bawah koordinasi Sekretariat Foker LSM.

Pada pukul 10.15 WP, Buchtar datang dengan menggunakan bus tahanan kejaksaan bersama dengan tahanan lain. Langsung saja Buchtar disambut oleh para Pengacara dan para pengunjung sidang yang telah menunggu proses persidangan. Dengan dikawal oleh 2 orang petugas kejaksaan, Bukchtar langsung digiring menuju ke dalam ruangan sidang sambil menunggu majelis hakim memulai persidangan. Sekitar pukul 10.30 WP, Manungku Prasetyo, SH sebagai Ketua Majelis membuka persidangan an. Buchtar Tabuni dengan Nomor perkara: 76/Pid. B/2009/PN-JPR.

Pada awal sidang, Ketua Majelis Hakim menanyakan kondisi Buchtar apakah sehat dan siap untuk disidangkan, dan langsung saja Buchtar menjawab “ya, saya sehat dan siap untuk disidangkan”. Setelah itu, Ketua mulai membacakan daftar riwayat hidup Buchtar hingga kondisi terakhir ketika ia ditangkap. Pada pukul 10.45 WP, Ketua Majelis Hakim mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang di-Ketuai oleh Maskel Rambolangi, SH dan anggotanya Edi Utomo, SH dan Alin Michel Rambi, SH untuk membacakan dakwaannya.

Buchtar didakwa karena melakukan tindak pidana makar sesuai dengan pasal 106 KUHP: “Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain”. Selain itu, Buchtar juga didakwa dengan pasal 160 KUHP: “Barangsiapa dengan lisan atau tulisan menghasut di muka umum supaya orang melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan herdasarkan ketentuan undang-undang”.

Setelah pembacaan dakwaan, majelis hakim menanyakan kepada Buchtar Tabuni apakah ada hal yang hendak disampaikan, akan tetapi Buchtar mengatakan bahwa akan dikonsultasikan kepada Penasehat Hukumnya. Pieter Ell, SH, sebagai koordinator umum Tim PH mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan Eksepsi pada persidangan berikutnya. Sebelum sidang ditutup, salah satu penasehat hukum, yakni Paskalis Letsoin, SH, menyampaikan 2 catatan kepada majelis hakim. Pertama, agar majelis hakim memperhatikan hak-hak terdakwa, dan kedua, menyayangkan adanya pengamanan terbuka yang berlebihan dalam persidangan Buchtar.

Ketua majelis menanggapi bahwa yang berkaitan dengan pengamanan persidangan itu di luar kewenangannya, karena merupakan kewenangan dari Ketua Pengadilan. Seorang PH turut juga mengingatkan pihak JPU agar konsekwen terhadap waktu yang telah disepakati.

Akhirnya sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada tanggal 25 Februari tahun 2009 di PN Jayapura dengan agenda persidangan “Pembacan Eksepsi“. Persidangan terus dipadati oleh pasukan keamanan terbuka, pihak intelejen dan dari kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa. Sebelum acara persidangan ini di mulai, beberapa persiapan telah dilakukan oleh tim PH, antara lain menandatangani dan melengkapi Surat Kuasa, Absensi dan Eksepsi. Nampak Kapolresta Jayapura turut hadir di PN Jayapura.

Pada pukul.9.20 WP, Terdakwa datang dengan menggunakan mobil tahanan Kejaksaan yang dikawal oleh 2 Jaksa dan kemudian Terdakwa dijemput oleh Ketua Tim PH untuk bersama-sama masuk ke dalam ruang persidangan sambil menunggu Majelis Hakim. Tepat pukul 9.25 WP, Majelis Hakim dan Panitera mulai memasuki ruang persidangan dan mulai membuka acara persidangan, “acara persidangan atas nama Terdakwa Buchtar Tabuni dengan No. Perkara 76/Pid.B/2009/PN-JPR, dengan agenda pembacaan Eksepsi telah dibuka dan terbuka untuk umum", demikian Ketua Majelis Hakim membuka persidangan sambil mengetuk palu 3 kali.

Tepat pada pukul 9.30 WP, setelah membuka sidang, Ketua Majelis Hakim mulai membacakan susunan Majelis Hakim yang baru sesuai dengan Surat keputusan Ketua Pengadilan Negeri. Susunan Majelis Hakim yang baru terdiri dari Ketua: Manungku Prasetyo,SH; Anggota I: I Ketut Swarta, SH; dan Anggota II: Hotnar Simarmata, SH,MH. Setelah menanyakan kondisi kesehatan terdakwa, Ketua Majelis Hakim langsung memberikan kesempatan kepada Tim PH untuk membacakan eksepsi. Pembacaan eksepsi yang tak lebih dari 23 halaman itu dilakukan oleh koordinator Litigasi, Iwan K. Niode, SH (ALDP) kemudian dilanjutkan oleh Rahman Ramli, SH dan J. Pardjer, SH.

Setelah pembacaan eksepsi, Ketua Majelis Hakim menanyakan kepada JPU, apakah akan memberikan tanggapan terhadap eksepsi dari tim PH. JPU mengatakan bahwa akan memberikan tanggapan tertulis dan minta diberikan kesempatan selama satu minggu. Pada saat Ketua Majelis Hakim akan menutup sidang, salah seorang PH melakukan interupsi yang ditujukan kepada JPU agar tepat waktu dan meminta agar PH dan terdakwa diberikan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Majelis Kakim kemudian mengingatkan JPU untuk memberikan BAP, sebelum menutup sidang.

Pada persidangan ketiga, tanggal 4 maret 2009, dengan agenda pembacaan replik/tanggapan dari JPU. Sidang dimulai tepat waktu, yakni jam 09.00 WPB. Pagi itu semua JPU dan PH sudah memenuhi ruangan sidang menunggu Majelis Hakim masuk dan membuka persidangan. Buchtar tampak lebih segar dari persidangan sebelumnya. Sidang berlangsung tak kurang dari 20 menit karena replik yang dibacakan oleh JPU sangat singkat. Namun sebelum membacakan replik JPU sempat memberikan salinan BAP yang diminta oleh PH pada persidangan sebelumya. Hal ini kejadian yang cukup luar biasa karena biasanya walaupun diminta JPU tak memberikan. Setelah pembacaan replik, Majelis Hakim langsung mengatakan bahwa pada persidangan berikutnya akan dilakukan pembacaan Putusan Sela, tanpa memberikan kesempatan kepada PH apabila akan mengajukan duplik.

Hal ‘menarik’ dari persidangan Buchtar adalah berganti-gantinya majelis hakim, sehingga setiap sidang diawali dengan pengumuman susunan majelis hakim oleh hakim ketua. Diketahui bahwa majelis hakim pada sidang kedua berbeda dengan sidang pertama dan pada sidang ketiga kembali seperti komposisi majelis hakim pada sidang pertama. Selain itu, para pendukung Buchtar, yakni teman-teman mahasiswa dan pemuda yang sebagian besar dari pegunungan, di bawah koordinator Viktor Jaimo terus melakukan aksi, kendati pemeriksaan di gerbang utama pengadilan tetap dilakukan hingga di pintu masuk. Pada persidangan pertama, mereka melakukan demonstrasi di halaman PN, bertepatan dengan persidangan. Akan tetapi pada persidangan kedua, mereka melakukan aksi di depan kantor Pos Abepura (sekitar 300 meter dari kantor PN), nampaknya karena tidak diijinkan oleh aparat keamanan di halaman PN.

Pada sidang ketiga mereka melakukan aksi di depan halaman Onyx Supermarket yang pas berseberangan jalan dengan PN setelah persidangan. Sehingga aparat keamanan berpindah dari halaman PN untuk memenuhi halaman Onyx dan sekitar ruas jalan, bahkan nampak aparat lebih banyak dari sidang sebelumnya. Dari gaya pengamanan yang dilakukan, yakni dengan mengelilingi rapat-rapat para demonstran, ini memberikan pandangan yang sangat ‘represif dan intimidatif’.

Pada tanggal 11 Maret 2009, Majelis Hakim akan membacakan Putusan Sela, apakah mengabulkan eksepsi PH terdakwa, yang artinya sidang dihentikan hingga JPU berhasil menemukan bukti baru untuk mendakwa Buchtar Tabuni, ataukah menolak eksepsi PH, yang artinya sidang akan tetap dilanjutkan pada pokok perkara seperti pemeriksaan terdakwa, saksi dan alat bukti serta hal lainnya.

Melihat proses persidangan yang sudah berjalan dan proses penegakan hukum di Papua, rasanya agak pesimis kalau kita mengharapkan Majelis Hakim akan mengabulkan eksepsi, apalagi jika kontrol kekuasaan dan keamanan sama sekali di luar kewenangan Majelis Hakim, dan pada prakteknya tidak ada sangkut pautnya dengan hukum dan keadilan.