Perkembangan berbagai pemikiran dan perilaku dalam upaya penegakan HAM rupanya dapat berdampak negatif bila masih dilakukan ‘pengecualian’ atau ‘pengabaian’ pada hal tertentu. Tidak hanya dalam bidang politik dan hukum, namun yang juga banyak terjadi di masyarakat adalah di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dll.
Dalam bidang kesehatan misalnya, penderita HIV-AIDS dari detik ke detik bertambah. Di Papua, sampai pada triwulan III, September 2007, jumlah penderita HIV-AIDS, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua, telah mencapai 3434 orang, dan perempuan adalah pengidap yang paling mayoritas.
Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah, mulai dari membentuk Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dengan penerapan sistem Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), rupanya belum berfungsi sebagai media yang dapat melakukan transformasi pengetahuan dan mendorong terjadinya perubahan perilaku secara signifikan, baik terhadap penderita apalagi sikap sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini terlihat nyata bahwa stigma dan diskriminasi terhadap ODHA masih terus terjadi bahkan pada saat mereka seharusnya menjalani perawatan dari pihak pemerintah, misalnya saat ODHA datang ke tempat pelayanan kesehatan, biasanya mereka langsung diberikan obat tanpa dilakukan pemeriksaan atau konsultasi. Padahal untuk mengetahui perkembangan penyakitnya, seharusnya dia juga mengalami pemeriksaan kesehatan yang sama dengan pasien yang lain, seperti ditimbang, ditanya keluhannya, juga perkembangan pengobatan dan obat yang dikonsumsi, termasuk dampak yang mungkin saja ditimbulkan dari obat tersebut. Namun treatment yang mereka terima justru seperti bentuk diskriminasi.
Dalam menyikapi masalah ini sekaligus memperingati International Women Days (Hari Perempuan se-Dunia), 8 Maret 2008, ‘Aliansi Perempuan Menggugat’ yang terdiri dari ALDP (Aliansi Demokrasi untuk Papua), Komunitas Berbagi Cerita (KBC), JOKJA (Jaringan ODHA Kota Jayapura), CePlus (Cenderawasih Plus), IWAJA (Ikatan Waria Jayapura), Pokja Perempuan Foker LSM, SPP (Solidaritas Perempuan Papua), LP3A Papua, JKPIT, IPPI-PAPUA (Ikatan Perempuan Positif Indonesia) dan YPKM (Yayasan Pelayanan Kesehatan Masyarakat), menggelar Aksi Damai dengan fokus aktifitasnya adalah teatrikal dengan tema ‘Perempuan Menangis’.
Dalam teatrikal ini, menggambarkan tiga kelompok aktifis HIV-AIDS yang memainkan perannya masing-masing. Ada kelompok yang bertujuan membangun kesadaran sehingga aktifitasnya adalah mengkampanyekan program-program penanggulangan HIV-AIDS, namun sayangnya angka penderita HIV-AIDS terus bertambah. Kemudian ada kelompokyang peran utamanya adalah melakukan tugas kuratif, mengobati sehingga terdiri dari para medis, namun sikap diskriminasi akibat konstruksi sosial yang mereka alami menyebabkan perasaan takut dan ragu-ragu saat berhadapan dengan penderita HIV-AIDS. Kemudian datang kelompok ketiga dengan pendekatan yang berbeda, yang mencoba melakukan pendekatan langsung kepada korban dengan berfokus pada perubahan perilaku, melalui berbagai interaksi yang komunikatif sebagai ‘Teman Bicara’, dari berbagai masalah yang dihadapi ODHA, sebagai besar adalah masalah yang sama kita hadapi: ekonomi untuk survive, hukum untuk melindungi, politik untuk kesetaraan, pendidikan untuk terampil, hati untuk nurani, dan lain-lain.
Sebenarnya peran 3 kelompok ini terhadap ODHA sangat penting dan besar manfaatnya asal saja dapat membangun kerjasama yang sinergis serta yang paling utama adalah tetap memberikan tempat buat dignity ODHA sebagai manusia.
Secara khusus, ada aksi menabur bunga di atas kotak yang bertuliskan KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), sebagai sikap protes dan kekecewaan peserta aksi terhadap kinerja KPA yang dinilai terlalu menitikbertkan pada sistem Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) tanpa melihat pada substansi permasalahan dan mengabaikan sistem CST (care, support and treatment) yang jauh lebih efektif, juga sangat memboroskan sumber daya yang ada baik segi materi maupun non-materi.
Setelah orasi dari masing-masing komponen, aksi dilanjutkan dengan pernyataan sikap yang dibacakan oleh koordinator lapangan, Lukas Lukito, isinya antara lain:
- Kekecewaan yang amat sangat mendalam terhadap penanggulangan HIV-AIDS di tanah Papua. Kekecewaan ini berdasarkan penanggulangan HIV-AIDS yang hanya menitik beratkan kepada KIE yang kami nilai terlalu memboroskan sumber daya yang ada, sedangkan CST belum mendapatkan perhatian yang memadai sehingga banyak orang terinfeksi HIV yang meninggal dunia karena belum ditanggulangi oleh penanganan CST secara menyeluruh.
- Kesedihan yang amat sangat mendalam terhadap stigma dan diskriminasi yang dialami oleh saudara-saudara yang sudah terinfeksi HIV-AIDS di tanah Papua. Kesedihan ini berdasarkan statement-statement yang keluar dari pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat yang masih memberikan stigma kepada orang terinfeksi HIV-AIDS sebagai orang yang tidak hidup dalam jalan Tuhan, dsb. Serta diskriminasi yang dialami orang terinfeksi HIV-AIDS dalam mendapatkan layanan kesehatan, lapangan kerja, pendidikan dan lainnya.
Aksi diakhiri dengan jalan bersama hingga di depan kampus Uncen Abepura.
Kepada perempuan se-Dunia, Selamat hari Perempuan.
Keterangan Foto:
Aliansi Perempuan Menggugat, ketika melakukan aksi peringatan Hari Perempuan se-Dunia.
(Andawat).