LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

14 Maret 2008

Papua, Bersama Kaka Bas

Oleh: Andawat

Waktu nama Barnabas Suebu diusung sebagai salah satu calon gubernur Papua pada Pilkada tahun 2006 lalu, banyak orang ‘berharap’ pada beliau, terlepas dari afiliasi politik seseorang, mau merah, kuning, biru, hijau dll. Pengalaman dari berbagai posisi dan institusi semasa mudanya hingga menjadi politisi maupun diplomat, kecerdasan yang selalu ditunjukkan dalam berbagai dialog, mono maupun interaktif serta kegigihan komitmennya untuk memperjuangkan “Papua Baru”, memberinya nilai lebih dari kandidat lainnya.
Seolah-olah dia ‘menang’ sebelum penghitungan suara dimulai, dan betul-betul menang, walaupun sempat melewati berbagai proses genting di KPU, Kaka Bas menjadi gubernur kita hari ini.

Program-program menariknya antara lain clean and good government. Dia menjanjikan adanya sebuah pemerintahan yang bersih dan berwibawa sekaligus pro rakyat. Akan ada audit terhadap keuangan pemerintah, terutama dana OTSUS yang digunakan sebelum periode kepemimpinannya, restrukturisasi kabinet pemerintah daerah yang terkesan terlalu gemuk dan mubazir serta aktif menyelenggarakan donor meeting, terutama dari berbagai sumber di luar negeri, state maupun non-state, untuk membantu percepatan pembangunan di Papua.

Kenyataannya, hampir dua tahun kepemimpinannya, tak banyak yang berubah, program-program menariknya memang dikerjakan, tapi tak jelas progress-nya. Lihat saja soal audit dana Otsus. Awalnya gencar, keingintahuan rakyat ‘dihibur’ oleh berbagai liputan media massa yang berisi statement berbagai kalangan, namun apa saja temuan yang dihasilkan oleh BPK? Apa yang sudah diteruskan oleh pemerintah daerah kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan maupun KPK? Tidak ada transparansi dan akuntabilitas dari semua proses tersebut.
Berkaitan dengan program internalnya untuk melakukan restrukturisasi di kabinet pemerintah daerah tak juga signifikan hasilnya. Beberapa keputusannya bahkan mendapat pertentangan dari dalam, semisal beberapa penggantian posisi pejabat eselon II dan III yang tidak berkenaan untuk diganti dengan menunjukkan secara langsung ketidakhadiran mereka pada acara pelantikan, komplain di media massa, bahkan ada yang tetap hadir di kantornya yang lama, ketimbang aktif di tempat kerjanya yang baru.

Kasus walk out para bupati dari wilayah Pengunungan Tengah – lepas dari muatan subtantif sikap tersebut – menunjukkan Kaka Bas mulai kehilangan dukungan dari pemerintahan di wilayah Pengunungan Tengah. Hal yang perlu diwaspadai juga adalah jangan sampai, misalnya Wakil Gubernur, Alex Hasegem merasa tidak diperlakukan atau diberi kewenangan yang semestinya dalam memimpin roda pemerintahan. Padahal secara politis, kehadirannya memberikan dukungan yang signifikan untuk kemenangan Kaka Bas saat Pilkada dan performance Kaka Bas di mata masyarakat Pegunungan.

Soal internal lainnya, adalah kebijakannya yang ‘pro rakyat’ tidak cukup didukung oleh bawahannya yang notabene para pamong praja yang hanya berpindah posisi dari satu Biro atau Badan ke lain Biro, atau Badan lain selama masa kerja mereka. Pada sisi yang lain, muncul juga statement kekecewaan dari pimpinan Biro atau Badan karena kewenangan mereka, terutama yang berkaitan dengan alokasi dana yang diajukan selalu dipangkas oleh kelompok tertentu, konon di Bagian Keuangan pemerintah daerah.

Yang juga ‘membingungkan‘ adalah ide pembangunan pelabuhan kontainer, jembatan sebagai jalan tembus Jayapura Holtekang – gambaran dapat kita lihat pada Baliho di bekas terminal kota Jayapura, kita juga masih ingat ide Kaka Bas soal pembangunan jalan rel kereta api lintas Papua. Pertanyaannya, apakah cukup dalam waktu 5 tahun kurang dapat direalisasikan? Kenapa justru kenyataannya dana infrastuktur diberikan untuk pembangunan yang lain? Tapi apakah tidak lebih urgen untuk menyelesaikan kebutuhan rill infrastuktur yang selama ini sudah mulai dikerjakan tetapi tidak pernah selesai, seperti pembangunan jalan tembus lintas Papua? Dimulai misalnya dari Jayapura ke Wamena.

Dari sisi management kepemimpinan Kaka Bas sehari-hari, yang perlu juga diperhatikan adalah upaya untuk memperbanyak dan mengefektifkan ruang komunikasi antara Kaka Bas dan masyarakat secara individu dan elemen civil society lainnya. Tidak sekedar dalam artian bertemu secara phisik dengan masyarakat atau elemen civil society lainnya, yang jelas akan membutuhkan banyak waktu, tapi yang terpenting adalah tersedianya ruang informasi yang interaktif terhadap berbagai soal yang ada di masyarakat. Apalagi di sekeliling Kaka Bas ada juga teman-teman kita yang sebelumnya sangat akrab dengan elemen civil society, sebut saja Agus Sumule dan Ronald Tapilatu.

Konon dari banyak pengalaman, sangat sulit untuk meminta waktu bertemu dengan Pak Gubernur – juga mendapatkan respon balik atas berbagai hal yang disampaikan – lewat jalur formal ataupun informal, kendati sudah meminta bantuan kepada beberapa ‘orang dekat’. Apakah karena Kaka Bas yang katanya ‘Pulang Kampung’, kenyataannya lebih banyak di luar Papua, ataukah karena ada kecurigaan bahwa di sekeliling beliau ada beberapa aparat TNI POLRI – di luar fungsi pengamanan yang semestinya – yang ‘membatasi’ aktifitas beliau, ataukah jalur informalnya juga kurang proaktif memberikan input? Ataukah karena keengganan Kaka Bas sendiri? Atau kompilasi dari berbagai alasan tersebut?

Disadari atau tidak, gambaran di atas berimplikasi buruk pada figur Kaka Bas dalam kapasitasnya sebagai Kepala Pemerintahan, sekaligus Tokoh Papua. Maka sebelum relasi internal pemerintah daerah bertambah buruk dan daftar kekecewaan rakyat terhadap Kaka Bas bertambah banyak, yang sebaiknya dilakukan adalah pertama,menindaklanjuti berbagai kebijakan konkrit clean governement, seperti audit dana OTSUS serta follow up hasil audit , deregulasi beberapa aturan dalam berbagai level dan issue (Biro, Bagian, Badan di propinsi juga kota dan kabupaten, restrukturisasi, refungsionalisasi, hukum, kependudukan, lingkungan dll). Serta konsistensi dan komitmen Kaka Bas dalam mengimplementasikan aturan tersebut, termasuk PERDASI dan PERDASUS yang ada.

Kedua, merebut kembali dukungan rakyat dalam rangka menjaga koalisi, solidaritas juga respek melalui ‘komunikasi politik’ yang tidak sederhana dan tidak searah saja tapi berdampak positif bagi civil society, mengutip pendapat Thaha Alhamid, Sekjend PDP, “... untuk tetap menjadi seorang tokoh Papua yang cerdas dan progresif tanpa harus terkesan One Man Show or Only Him, Kaka Bas harus mau terus menerus membuka dialog yang setara dan komunikatif terhadap gerakan civil society...”.

Hanya ini satu satunya jalan untuk menguji integritas dan janjinya terhadap rakyat Papua.



Keterangan Foto
Barnabas Suebu pada satu kesempatan.
(Foto: Lukas Lukito).