LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

13 November 2008

Aristoteles Masoka: Kamu di Mana?

Oleh: Andawat


"Jika kasus Theys bisa diungkap, lalu kenapa anak saya tidak diusut? Sebab, sampai saat ini belum jelas keberadaannya di mana. Kami hanya menginginkan keadilan di negara ini”. Demikian Yonas Masoka, ketika ia mengungkapkan kegalauan hatinya atas keberadaan Aristoteles Masoka, anak sulungnya yang hilang sejak tujuh tahun lalu.

Yonas Masoka adalah ayah Aristoteles Masoka, yang merupakan sopir pribadi Theys Hiyo Eluay, yang hilang bersamaan dengan malam diculik dan dibunuhnya Theys Eluay oleh satuan elit TNI: Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pada 10 November 2001 lalu, sekembalinya mereka dari resepsi peringatan Hari Pahlawan di markas Kopassus, di Hamadi, Jayapura. Theys sendiri sudah ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di daerah Koya. Pelaku pembunuhnya pun sudah dinyatakan secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan terhadap Pemimpin Besar Bangsa Papua ini. Tapi keberadaan Aristoteles, hingga kini tidak jelas. Aparat kepolisian sendiri terkesan ‘enggan’ untuk meneruskan hasil temuannya.

Tanggal 10 bulan ini, tujuh tahun sudah peristiwa tragis itu berlalu. Yonas Masoka, sejenak sekali pun tak pernah gentar dan lelah untuk menanyakan dan mencari ujung dari jalan keadilan yang gelap di negeri ini, meski yang ditemuinya hanyalah kehampaan dan kehampaan. Tak terhitung sudah berapa kali dia mengunjungi pejabat kepolisian, tak terhitung pula berapa lembaga-lembaga kemanusiaan yang dikunjungi – dan juga mengunjunginya – dalam rangka upaya menemukan keberadaan anak sulungnya. Dia tidak pernah mau menghitung, yang dia jaga adalah, energi dan kekuatannya harus tetap full power untuk mencari dan menemukan mahasiswa semester II ISTP, Jayapura ini. Penyataan Sila Ayomi, ibu kandung Aristoteles Masoka, bahwa, “Sebagai ibu, saya percaya, anak saya belum meninggal”. Ini jelas sebuah keyakinan dan naluri seorang ibu, sekaligus peneguhan atas perjuangan mereka.

Kepolisian, sebagai institusi yang diberi kewenangan oleh negara untuk mengungkap sebuah kejahatan yang dialami warga negaranya terkesan hanya ‘puas’ dengan keberhasilan mereka mengungkap pelaku pembunuhan Theys. Sedangkan tanggung jawab mereka untuk menemukan keberadaan Aristoteles sama sekali tidak lagi ditindaklanjuti. Komnas HAM juga setali tiga uang. Tidak ada upaya berarti yang mereka lakukan. Semua terkesan ‘malas’ untuk bertanggungjawab. Lantas di mana Aris kini? Di mana pula tanggung jawab negara ini terhadap warga negaranya?

10 November 2001, sebagai sopir pribadi Theys, Aristoteles mengantarkan Ondofolo Sentani itu menghadiri undangan resepsi peringatan Hari Pahlawan di markas Kopasus di Hamadi, Jayapura, sekitar 35 kilometer jauhnya dari Sentani. Ketika hendak pulang ke rumahnya di Sentani, bersama mereka, di dalam mobil telah ikut dua orang anggota Kopasus, Praka Agus Supriyanto dan Praka Ahmad Zulfahmi. Selain itu, tiga anggota Kopasus lainnya, Kapten Rionardo, Sertu Laurensiusly dan Sertu Asrial mengikuti mobil mereka dari belakang dengan menggunakan mobil.

Selepas Entrop, memasuki jalanan yang menanjak, daerah sepi dari perumahan penduduk yang biasa dikenal dengan nama Skyline, terjadi ketegangan di dalam mobil. Rupanya, di dalam mobil tengah terjadi aksi biadab yang kemudian menewaskan Theys dan awal dari menghilangnya Aristoteles.

Seseorang yang kebetulan dari arah Abepura berpapasan dengan mobil Theys dan melihat seseorang (Aristoteles) bergelantungan di pintu mobil dan terus terseret mobil hingga jatuh di jalan. Aristoteles lantas menghubungi Yaneke Ohee, istri Theys, melalui telephon selulernya dan mengatakan "Mama, kami sedang dihadang, tolong beritahukan kepada bapak-bapak pendeta dan jemaat untuk tolong doakan kami. Saya dengan Bapak dalam keadaan bahaya. Kita punya Allah. Papua itu hidup". Memang tidak jelas siapa yang dimaksud Aristoteles dalam pembicaraan tersebut, karena percakapan mereka kemudian terputus.

Aristoteles lantas memberhentikan sebuah mobil jenis Suzuki Carry yang kebetulan lewat di jalan yang merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan Jayapura dan Sentani ini, dan meminta untuk diantarkan ke markas pasukan elit negara ini di Hamadi. Keberadaa Aristoteles di markas Kopasus usai resepsi dibenarkan oleh seseorang yang kebetulan pada malam itu membantu mencuci piring usai resepsi. Saksi ini mengetahui pasti bahwa Aristoteles datang ke markas itu dan langsung dipanggil masuk ke dalam markas oleh seorang anggota Kopasus. Saksi ini juga mendengar dengan jelas ketika Aristoteles menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya. Dan, saksi ini juga mengetahui bahwa seseorang telah merampas handphone milik Aristoteles. Inilah kali terakhir seseorang, selain anggota Kopasus yang berada di markas Kopasus malam itu tentunya, yang mengetahui dan melihat keberadaan Aristoteles.

Pascainsiden ini, semua sumberdaya aparat kepolisian, dan juga Komisi Penyelidik Nasional (KPN) – lembaga bentukan Presiden Megawati untuk mengusut dan menginvestigasi kasus terbunuhnya Theys – dikerahkan untuk mengungkap kasus yang membuat masyarakat Papua ini berduka. Semua terkesan ‘lupa’ dengan nasib Aristoteles. Setelah titik terang terhadap kasus tersebut mulai menyembul, barulah sopir mobil Theys ini ‘menarik perhatian’.

Isu tentang keberadaan Aristoteles yang beredar di masyarakat begitu simpang siur. Ada yang mengatakan bahwa Aristoteles telah ‘diamankan’ ke Papua New Guinea, ada yang menyebutkan bahwa Aristoteles telah berada di Israel. Ada pula yang membisikan bahwa Aristoteles kini aman di Belanda. Tapi ada juga yang diyakini kebenarannya oleh Polisi, bahwa Aristoteles sudah berada di rumahnya di kampung Harapan, Sentani. Untuk isu yang ini, Irjen Pol. I Made Mangku Pastika, Kapolda Papua ketika itu, sendiri yang turun langsung ke sana untuk memastikan kebenarannya. Hasilnya, nihil. Aristoteles seperti hilang ditelan bumi.

Informasi terakhir yang didapat pada Agustus 2004 lalu, ketika ayah Aristoteles menemui Komnas HAM di Jakarta, seorang anggota Komnas HAM, menurut ayah Aristoteles, mengatakan kepadanya bahwa Aristoteles kini berada di Amerika. Untuk apa ke Amerika? Siapa yang membawanya ke sana? Kenapa pula tidak bisa dipulangkan ke kampung halamannya di Papua? Dari mana cerita keberadaan Aristoteles di Amerika ini didapatnya? Semua tidak jelas, dan sama sekali tidak ada penjelasan atas pertanyaan itu. Lantas di mana Aristoteles?

Hingga kini, tidak ada satu pun titik terang untuk mengungkap keberadaan Aristoteles. Tapi menurut Latifah Anum Siregar, SH, pengacara Theys Eluay ketika persidangan PDP ketika itu, “dalam teori investigasi, yang harus diminta pertanggungjawaban mengenai keberadaan seseorang yang dinyatakan hilang adalah orang terakhir yang terlihat bersamanya”. Menurut Ketua ALDP ini, “informasi itu bisa diketahui dari saksi-saksi yang dalam kasus Theys ketika itu, terlepas apakah orang tersebut terlibat dalam sebuah tindak kejahatan atau tidak”.

Yah. Kenapa pihak kepolisian tidak melanjutkan keberhasilan sekaligus keberanian mereka yang harus diacungi jempol ketika mengusut tuntas meninggalnya Theys? Komnas HAM sendiri sejak awal hanya menjanjikan adanya sebuah penyelidikan kembali terhadap kasus menghilangnya Aristoteles. Tapi hingga sekarang, tidak jelas kapan hal itu akan dilakukan. Negara, dalam kasus ini, jelas-jelas telah lalai melaksanakan tanggungjawabnya untuk mengungkap kasus penghilangan paksa terhadap seorang warga negaranya.

Kerja keras Kepolisian Daerah Papua (Polda Papua), ketika mengungkap pelaku pembunuhan pemimpin besar bangsa Papua itu patut diacungi jempol. Tapi ketidakjelasan nasib Aristoteles Masoka hingga kini, harus diterima sebagai arang hitam yang tidak saja mencoreng wajah institusi kepolisian dan Kopasus, tapi juga wajah negara kita di mata masyarakat dunia.

“Kami hanya meminta keadilan dan kejelasan terhadap anak kami. Apakah dia sudah meninggal atau belum? Kalau belum, kenapa dia tidak dikembalikan saja? Tapi kalau sudah meninggal, di mana tulang-belulangnya?” Ini suara hati ayah Aristoteles. Apakah ini pertanda keputusasaan? Tidak ada yang tahu. Tapi jangan salahkan bila kepedihan Yonas Masoka ini, dan semua orang dari keluarga yang telah menjadi korban penghilangan paksa, mendapatkan simpati masyarakat internasional, yang berujung pada pengucilan dunia internasional terhadap negara Indonesia. Kenapa tidak?



Keterangan Foto:
Jenazah Theys Hiyo Eluay ketika dievakuasi dari dalam mobil.