LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

27 November 2008

Latihan Tempur di Kampung Bring dan Yansu: untuk Keamanan atau untuk Ketakutan

Oleh: Andawat

Hari Rabu (25/11), kami hendak ke kampung Bring untuk sosialisasi sebuah program. Secara administrasi, kampung ini berada di dalam wilayah distrik Kemtukgresi, Kabupaten Jayapura. Dari Abepura, kampung ini berjarak sekitar 90 – 100 km. Kondisi jalan secara umum sebenarnya cukup laik untuk dilalui, namun ketika hendak memasuki kampung Bring, selepas kampung Suna, kondisi badan jalan benar-benar sangat tidak laik. Rupanya jalanan yang dilapisi aspal hanya sampai di kampung Suna.

Setelah itu, kita harus melanjutkan perjalanan di atas badan jalan yang tidak dilapisi apa pun. Batu-batu seukuran kepala manusia dewasa yang digunakan untuk pengerasan jalan yang dibuat sesukanya, banyak teronggok atau menyembul di jalanan, sementara lubang akibat tidak kuatnya lapisan jalan menganga di sana-sini, atau bekas aliran air di waktu hujan membuat badan jalan menjadi berliuk-liuk dan sangat susah untuk dilalui kendaraan bermotor, sedangkan di beberapa bagian jalan, berbatasan langsung dengan bibir jurang dan telaga.

Di tengah diskusi yang sebenarnya lebih tepat gerutuan kami terhadap kondisi jalan yang ‘tidak masuk akal’ itu, kami dikejutkan dengan keberadaan 2 buah truk dengan tulisan Yonif 751/BS, melintang di kanan kiri jalan. Beberapa orang tentara terlihat memanggul senjata, sementara yang lainnya berbaring di rerumputan. Senjata jenis M-16 terlihat bergelantungan di dahan, sedangkan di dalam truk, ada beberapa orang lainnya lagi. Salah seorang dari mereka mencoba menutup pintu truk yang terbuka, untuk memberikan kesempatan kepada kami melewati jalan.

Setiba di kampung Bring, beberapa orang masyarakat terlihat berkumpul dengan tatapan yang kurang bersahabat namun tetap membalas sapaan kami. Kami langsung ke rumah kepala kampung. Di sini, ada 3 orang yang rupanya sedang menunggu kedatangan kami. Setelah berbasa-basi sejenak, dan sambil menunggu masyarakat lainnya, diskusi kami dengan kepala kampung dialihkan ke topik seputar keberadaan truk tentara itu.

Menurut kepala kampung Bring, Bernard Mebri, rupanya anggota TNI ini sedang melakukan latihan tempur. Daerah yang akan dijadikan tempat latihan terdiri dari 2 buah kampung, yakni kampung Bring dan kampung Suna, semuanya berada di distrik Kemtukgresi. Sedangkan lokasi yang akan dijadikan sebagai Pos mereka menginap, akan dibangun di kampung Suna, sampai tanggal 30 November 2008.

Informasi ini diperkuat dengan adanya surat yang ditandatangani Komandan Batalyon Infantri 751/BS, Letkol Inf. Lambok Sihotang, ditujukan kepada Kepala Polres Jayapura yang ditembuskan ke unsur pimpinan distrik Kemtukgresi dan 3 kepala kampung yang akan dijadikan lokasi latihan tempur serta Ketua Dewan Adat Daerah Grimenawa. Surat yang tertanggal 24 November 2008 ini juga memuat waktu latihan pada siang dan malam hari di kampung Suna, kampung Bring dan kompleks distrik Kemtukgresi Kabupaten Jayapura dari tanggal 25 – 30 November 2008.
Dasar surat yang bernomor: B/1177/XI/2008 ini juga sangat jelas, yakni Surat Perintah Pangdam XVII/Cenderawasih bernomor: Sprin/2383/X/2008, tentang perintah untuk menyiapkan/merencanakan dan menyelenggarakan latihan tempur hutan TA 2008.

Label operasi ini jelas, yaitu untuk latihan tempur bagi anggota militer dari Yonif 751/BS, Jayapura,diperkirakan berjumlah sekitar 200 personil, pada siang dan malam hari. Sedangkan lokasinya juga jelas, kampung Suna dan kampung Bring, serta kompleks distrik Kemtukgresi, sejak tanggal 25 – 30 November 2008.

Informasi yang didapat di masyarakat, diketahui bahwa sebelumnya, 11 Oktober 2008 lalu, sepasukan TNI juga sudah melakukan hal serupa, tapi ketika itu hanya 1 hari. Masyarakat kemudian melakukan demonstrasi ke kantor Koramil 1701-11/Kemtukgresi, menyatakan penolakannya. Menindaklanjuti penolakan tersebut, beberapa perwakilan masyarakat juga mendatangi Komisi F DPR Papua. Oleh DPRP, laporan dari perwakilan masyarakat ini telah ditindaklanjuti dengan menyurati Panglima Kodam XVII/Cenderwasih yang ditandatangani oleh Paskalis Kosay, S.Pd, MM, perihal Latihan Yonif 751 di kampung Bring, tertanggal 17 Oktober 2008 dengan nomor surat: 330/1771.

Dalam diskusi kami dengan masyarakat, beberapa di antara mereka mengatakan, bahwa banyak tentara memanggul senjata dan berjalan berombongan di dalam kampung. Sumber yang sama juga menambahkan, bahwa lokasi yang dijadikan latihan tempur ini sebenarnya adalah kebun, terutama kebun kakao milik masyarakat setempat. Informasi ini juga diperkuat oleh yang hadir pada pertemuan kami tersebut. Menurut yang lainnya, di kebun inilah, sebagian besar masyarakat di dua kampung ini menggantungkan hidup.

Faktanya, bahwa posisi setiap rumah yang saling berjauhan di antara setiap rumah penduduk dan dipisahkan oleh rerumputan yang terkesan tidak terurus, bahkan pohon-pohon besar banyak tumbuh di dalam kampung di antara perumahan masyarakat, hingga menjadikan perkampungan ini terkesan sepi. “Rumah-rumah penduduk sebenarnya baku dekat-dekat”, demikian salah seorang warga menjelaskan. Tapi rupanya, ‘dekat’ menurut warga setempat tidaklah demikian adanya bagi kita. Karena jarak satu rumah dengan rumah yang lain sekitar 40 – 50 meter, bahkan ada yang sampai 70 meter. Itu jarak yang dekat bagi mereka. Jadi kalau masyarakat bilang jauh? Itu benar-benar jauh.

Bayangkan, di daerah perkampungan penduduk saja sudah menimbulkan kesan ‘hutan’, apatah lagi di wilayah yang dianggap oleh masyarakat sebagai kebun. Pemaknaan ini mestinya juga dipahami oleh setiap orang di luar Papua, termasuk aparat TNI, bahwa wilayah yang dianggap hutan itu adalah kebun bagi orang Papua. Ini point pertama.

Kedua, latihan tempur menjelang waktu dan hari-hari tertentu (1 Desember), di satu sisi akan menimbulkan kesan adanya situasi tidak aman di satu wilayah, apalagi dilakukan di daerah perkampungan. Di sisi yang lain, suka atau tidak suka, oleh kelompok-kelompok tertentu, hal ini pasti dikaitkan dengan situasi politik (menjelang 1 Desember, misalnya). Bagi mereka, kesan yang muncul tersebut merupakan bahan kampanye yang sangat empuk. Kita pasti tahu, siapa yang akan diuntungkan dengan situasi ini.

Ketiga, kedua kampung yang dijadikan daerah latihan tempur ini adalah bekas Daerah Operasi Militer (DOM), di mana masyarakat di dua kampung tersebut, juga kampung-kampung lainnya di daerah Jayapura, banyak mengalami praktek-praktek Penyiksaan dan juga kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat militer yang bertugas di kampung-kampung tersebut ketika itu. Sehingga, kehadiran aparat TNI yang akan melakukan latihan tempur ini justru akan memberi dampak yang kontraproduktif terhadap kondisi psikologis penduduk setempat.

Tentu kita semuanya setuju, bahwa aparat TNI memang harus senantiasa siap siaga, dan harus terus menerus diasah kemampuannya melalui latihan tempur. Hal ini juga diharapkan akan berimbas pada semakin tingginya profesionalitas prajurit TNI dalam melaksanakan tugas pokoknya, sesuai dengan yang digariskan oleh UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dan paradigma baru TNI yang terus didengung-dengungkan oleh perwira militer Indonesia.

Tapi melaksanakan latihan tempur di daerah permukiman (baca: perkampungan) masyarakat, tentu akan menimbulkan resiko yang tidak sedikit, tidak saja secara fisik, namun kondisi psikis masyarakat di kampung-kampung tersebut akan memaksa mereka untuk kembali mengenang masa-masa kelam, di mana represifitas militer begitu kuat mengungkung setiap langkah masyarakat, seperti yang mereka alami di masa-masa DOM.

Kejadian ini menggambarkan bahwa pada prakteknya paradigma TNI belum banyak berubah: Pos TNI nonorganik ditarik, bukan dikeluarkan dari Papua, tetapi dipindahkan ke daerah perbatasan, sedangkan daerah bekas pos militer diubah menjadi basis TNI organik melalui pembangunan koramil (misalnya), pelebaran satuan Kompi dari Batalyon, serta melakukan operasi militer menjelang waktu-waktu tertentu, termasuk menjadikan perkampungan dan kebun milik masyarakat sebagai target latihan tempur, seperti di kampung Bring dan kampung Suna di atas.


Keterangan Foto:
Surat Komandan Batalyon Infanteri 751/BS, Jayapura.
(Andawat).