LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

01 Juli 2009

Modus Baru Menjaga batas NKRI : Menebarkan Teror dan Rasa Takut

Oleh : Andawat

Pada tanggal 22 Juni 2009 dari kawasan kampung tua di desa Kibay, Yetti, kecamatan Arso Timur kabupaten Keerom terdengar berita seorang anak berusia 16 tahun, Isak Psakor ditembus peluru aparat TNI. Berita tersebut begitu cepat menyebar, sehingga membuat banyak pihak ingin mengetahuinya termasuk AlDP. Pada tanggal 23 Juni 2009, tim AlDP sempat melakukan perjalanan menuju Arso Timur namun karena korban akan dibawa ke rumah sakit Umum daerah, maka perjalanan menuju Kampung Kibay dibatalkan.

Tanggal 24 Juni 2009, atas inisiatif pastor Dekenat Keerom, Pr Jhon Jonga dilakukan pertemuan untuk mengadvokasi kasus penembakan tersebut. Pertemuan digelar sekitar pukul 11 siang di kantor LBH Papua. Semula hanya dihadiri oleh pastor Jhon, Anum siregar dari ALDP, Markus Haluk dari AMPTI dan Br.Rudolf dari SKP serta rombongan dari kampung Kibay yang terdiri dari kepala kampung, Wensi Psakor, Obeth Psakor, tokoh pemuda dan tokoh adat lainnya. Setelah dilakukan penyampaikan kronologis oleh kepala kampung dan diskusi , Br Rudolf dan Markus Haluk meninggalkan pertemuan karena akan mengikuti kegiatan lain.

Tak lama setelah itu, teman – teman aktifis LSM lainnya mulai bergabung seperti Paskalis Letsoin, Harry Maturbongs dan Iwan Niode untuk melanjutkan diskusi, diputuskan juga akan diadakan konferensi pers setelah diskusi untuk mengklarifikasi sejumlah informasi awal yang telah berkembang di media massa yang implikasinya sangat merugikan korban.

Frengky Psakor kepala kampung Kibay menceritakan bahwa pada tanggal 4 juni 2009 dia mengeluarkan surat ijin jalan untuk memberangkatkan 4 orang dari kampung Kibay ke Skotyauw PNG yakni Bob Psakor, Wensi Psakor, Isak Psakor dan Obeth Psakor dengan tujuan untuk mengambil istri mereka yang berasal dari kampung Skotyauw PNG setelah menyelesaikan masalah adat. Setelah itu kepala kampung menuju pos TNI Kibay menunjukkan surat jalan, membacakannya sambil menunjukkan wajah keempat orang tersebut. Perjalanan normal dari kampung Kibay ke kampung Skotyauw sekitar 6 - 8 jam…”mereka warga yang jelas, memiliki KTP dan surat jalan…’ tandas kepala kampung Kibay.

Seminggu kemudian hanya Obeth Psakor yang kembali, menurutnya, Wensi dan lainnya belum kembali karena anak Wensi,Margaretha yang berusia 2 tahun dalam keadaan sakit sedangkan Bob Psakor masih berurusan adat. Kepala kampung Kibay pun melaporkan informasi tersebut ke Pos TNI Kibay. Mengeluarkan surat ijin,membawa warga yang akan berangkat ke PNG atau warga yang datang dari PNG ke pos TNI Kibay, adalah prosedur yang harus dilakukan oleh kepala kampung dan selama ini telah dilakukannya.

Wensi Psakor pulang pada tanggal 22 Juni 2009 dari kampung Skotyauw bersama istrinya Cicilia, anaknya Margaretha (2 tahun) dan adiknya Isak Psakor (16 tahun), sedangkan Bob Psakor masih harus menyelesaikan masalah adat, mereka mulai bergerak meninggalkan Skotyauw sekitar pukul 07.00 pagi hari. Menjelang tengah hari, sekitar pukul 11 siang hujan mulai turun sangat deras, mereka tetap berjalan diantara pohon –pohon besar. Sekitar 20 meter dari lokasi yang disebut sebagai meter 500, tiba –tiba Wensi dan rombongan melihat sekawanan anjing sekitar 4 ekor yang menyalak dan akan menyerang mereka.

Wensi langsung bergegas memanjat pohon yang ada di sekitar mereka, istri Wensi yang sedang menggendong anak mereka dan Isak Psakor, adik Wensi pun demikian. Kali pertama Isak Psakor tidak dapat memanjat pohon, karena punggungnya dibebani ransel yang berisi pakaian dan pinang. Setelah berhasil melepaskan ranselnya, dia berusaha memanjat kembali, diiringi teriakan Wensi “tolong...tolong..”. karena anjing menyalak makin dekat, tiba –tiba terdengar bunyi tembakan, kali pertama tidak mengenai tubuh mereka akan tetapi bunyi kedua, membuat tubuh Isak Psakor langsung jatuh dan seketika itu juga kawanan anjing meninggalkan mereka.

Wensi mendekap adiknya,..’saya kena peluru..’ rintih Isak, Wensi mengambil kain gendongan anaknya dari tangan istrinya dan membalut adiknya, dia mengendong adiknya dan mereka menuju pinggir sungai. Wensi meminta istri dan anak kecilnya menunggui Isak dan dia sendiri kembali ke kampung Kibay yang berjarak sekitar 3 km dari tempat kejadian. Setelah memberitahukan keluarga, maka rombongan keluarga dan Wensi menuju sungai, mereka sampai hari mulai gelap, kemudian membawa adiknya pulang ke kampung Kibay.

Di Kibay, korban sempat diinapkan semalam baru keesokan harinya tanggal 23 Juni 2009 dibawa ke kampung Yetti. Di Yetti, informasi mengenai tertembaknya Isak makin jelas tersebar. Danyon 725 Woroagi mengirim 2 orang kurir yakni anggota TNI orang Papua untuk meminta ijin agar diperbolehkan melihat korban di Yetti. Kepala kampung memperbolehkan asalkan tidak mengambil gambar dan tidak membuka pembicaraan dengan warga yang sedang berduka. Ketika Danyon datang dan melihat kondisi korban, dia sempat membenarkan bahwa “kemarin (tanggal 22 juni 2009) memang satgas Pamtas dari pos TNI Bewan melakukan patroli..”.Hanya itu yang disampaikan, selebihnya katanya akan mengecek.

Pada hari yang sama korban langsung dirujuk ke rumah sakit Umum Dok II jayapura, setelah menjalani perawatan intensif, dikabarkan pada hari selasa tanggal 30 Juni 2009 korban akan dirujuk ke Jakarta atas dukungan dana dari Bupati Keerom karena masih ada serpihan proyektil yang tertinggal disekitar punggungnya.

Menurut Kapendam KODAM XVII Cenderawasih kejadian tersebut dikarenakan ada dugaan 5 orang yang pulang dari Skotyauw PNG adalah kelompok separatis yang membawa senjata. Sejauh ini setidaknya Pihak KODAM telah meminta keterangan 6 orang satgas Pamtas Pos Bewani 725 Woroagi namun belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Persoalan tuduhan separatis terhadap oang Papua bukanlah hal yang baru apalagi kalau kejadiannya di tengah hutan rimba tanpa saksi, tuduhan membawa senjata seperti menjadi kepercayaan umum di kalangan aparat TNI. Padahal peristiwa tersebut menuntut perhatian yang lebih serius dari kita bukan saja soal pos – pos TNI di perbatasan tetapi juga cara apa saja yang mereka lakukan dalam semangat menjaga wilayah kesatuan NKRI.

Secara sosial dan budaya memang penduduk di kedua kampung (Kibay – Indonesia dan Skotyauw PNG) yang berbeda negara tersebut memiliki pertalian darah yang sangat erat dan sangat sulit dipisahkan satu sama lain, mereka sering sekali saling berkunjung. Masyarakat di sekitar kampung Kibay yang akan melakukan perjalanan ke Skotyauw diapit oleh 2 pos yakni Pos TNI kampung Kibay dan pos TNI Bewan. Untuk melakukan perjalanan ke PNG terdapat 2 jalan setapak tradisonal, yang pertama daerah TKP sekitar penembakan Isak Psakor dan yang kedua di sekitar Pos TNI Bewan. Akan tetapi masyarakat tidak menggunakan jalur di sekitar pos Bewan karena sudah agak lama pos tersebut memelihara sekitar 16 ekor anjing pelacak yang menjadi..’ bagian dari penjaga keamanan..’begitu aku komandan pos Bewan pada saat digelar pertemuan antara masyarakat Kibay dengan komandan pos Kibay dan Komandan pos Bewan tanggal 3 april 2009. “Anjing - anjing tersebut sangat galak..’rusa dan babi hutan saja habis dirobek, jadi masyarakat harus berhati –hati..’lanjutnya.

Komandan pos Bewan juga menyarakan bahwa kalau ketemu anjing, maka yang harus dilakukan adalah jika di hutan segera naik ke atas pohon dan kalau di sungai, segera masuk ke sungai sambil berteriak minta tolong. Pastor Jhon mengatakan apakah Dan pos tidak berpikir kalau ada ibu hamil atau orang tua yang ikut dalam perjalanan melintas batas, bagaimana mungkin mereka dengan sigap dapat memanjat pohon atau berenang ke sungai.

Di sisi lain, untuk tetap dapat memantau (membatasi dan mencurigai) masyarakat yang melintas batas, pos TNI Bewan telah membuat jalan pintas dari pos TNI Bewan ke lintasan yang pertama, pada satu titik yang disebut meter 500 (sekitar TKP tertembaknya Isak Psakor), bahkan mereka membuat para-para (semacam bangku untuk duduk).

Di pertemuan tanggal 3 April 2009, masyarakat juga meminta agar keberadaan Pos TNI tidak mengganggu aktifitas warga masyarakat yang berburu, mencari makan dan sebagai jalur lintas batas tradisional ke PNG. Kesepakatan dengan Dan pos tersebut kemudian disosialisasikan oleh kepala kampung sehingga tak ada satupun warga kampung yang tidak tahu tentang bahayanya bila berhadapan dengan kawanan anjing pos TNI Bewan dan apa yang harus dilakukan.

Maka kita dapat maklumi pada peristiwa 22 Juni 2009 lalu ketika Wensi dan rombongan segera mencari pohon untuk memanjat sambil berteriak. Wensi tidak lagi berpikir untuk mengusir anjing –anjing pelacak tersebut sebab yang ada di kepalanya hanya berusaha menyelamatkan diri. Wensi juga tidak sempat melihat dengan jelas siapa yang menembak, apakah ada orang atau tidak,...”waktu itu saya sangat takut, lihat anjing – anjing datang...”katanya. Yang jelas anjing –anjing tersebut milik Pos TNI Bewan dan setelah terdengar bunyi tembakan, anjing –anjing tersebut seperti patuh pada perintah untuk meninggalkan Wensi dan rombongan.

Menjaga pos perbatasan bersama anjing pelacak, bisa jadi trend baru di kalangan Pos TNI di perbatasan, di pos TNI Waris juga terdapat sekitar 3 ekor anjing pelacak. Kita tidak tahu berapa banyak pos perbatasan yang mulai menggunakan strategi tersebut, mengingat ada sekitar 100 pos TNI dari Jayapura hingga Merauke seperti pengakuan Pangdam pada pertemuan dengan kalangan LSM di bulan april 2009. Postur anjing –anjing tersebut memang sangat berbeda dengan postur anjing kampung.”mungkin saja karena aparat TNI sebenarnya takut patroli di hutan sendiri…’kata seorang teman. Apapun alasannya praktek ini harus dikaji ulang karena sudah sangat menebarkan rasa takut di kalangan masyarakat untuk beraktifitas sehari – hari termasuk ke kebun mereka apalagi jika anjing –anjing tersebut digunakan sebagai bagian dari upaya untuk menutupi identitas pelaku atas suatu kasus kejahatan kemanusiaan.

Untuk menindaklanjuti proses hukum yang akan dilakukan maka keluarga korban, Dekenat keerom dan teman – teman LSM membentuk tim. Pada kesempatan pertama akan mendampingi kepala Kampung Kibay dan Wensi Psakor yang dikabarkan akan dipanggil untuk dimintai keterangannya. Rencananya, tim juga akan bertemu Pangdam untuk meminta jaminan keamanan bagi masyarakat sipil di sekitar perbatasan dan secara umum menagih komitmen kerja dari pihak TNI sebagai Satria pelindung rakyat.

Keterangan foto : Pada saat diskusi kasus Isak Psakor di LBH Papua tanggal 24 Juni 2009, andawat.