LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

07 Juli 2009

Refleksi Penanganan Buat Korban Penyiksaan : Su Adilkaaa?...” (1)

Oleh : Andawat

Setiap tanggal 26 Juni, AlDP melakukan kegiatan Hari Anti Penyiksaan, pada tanggal tersebut Konvensi Melawan Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Kejam, Tak Berperikemanusian atau Merendahkan Martabat diberlakukan secara resmi oleh PBB. “Keadilan Tanpa Diskriminasi” dipilih menjadi thema lokal tahun ini, berkaitan dengan berbagai peristiwa proses hukum yang dijalani oleh rakyat sipil yang dinilai tidak adil. Selain itu secara phisik praktek penyiksaan makin banyak dijumpai justru pada saat rakyat patuh dan siap menjalani proses hukum baik di tingkat penyidikan, penahanan hingga proses persidangan dan pemidanaan.

Kegiatan ALDP untuk Hari Anti Penyiksaan selalu bermitra dengan ICMC Jakarta dan IRCT namun untuk tahun 2009 sepenuhnya bekerjasama dengan IRCT (International Rehabilitation Council for Torture Victims) yang bermarkas di Kopenhagen, Denmark. AlDP adalah salah satu anggota IRCT di Indonesia selain RATA di Aceh dan ICMC Jakarta yang telah mengikuti berbagai program dan pertemuan IRCT seperti di Istambul, Berlin, India dan pertemuan regional lainnya.

Setiap tahun, perayaan Hari Anti Penyiksaan selalu dikemas dengan cara yang berbeda dan penuh inovasi tetapi satu tradisi yang tidak pernah ditinggalkan adalah Aksi bagi Bunga. Aksi dilakukan pada pagi hari bertepatan dengan mobilisasi orang yang berpergian ke tempat kerja atau memulai aktifitas di hari itu. Tujuannya tentu supaya akan lebih banyak lapisan masyarakat dengan berbagai profesi yang menerima pesan moral melalui bunga tersebut, kemudian mereka akan memberitahukan atau bercerita kepada teman mereka pada saat tiba di tempat kerja, begitupun ketika mereka pulang ke rumah sore harinya. Interaksi melalui bunga di permulaan hari, diharapkan memberi kesan yang spesial.

Aksi bagi bunga dilakukan pada 3 (tiga) lokasi yakni Sentani, Abepura dan Jayapura dengan 9 titik strategis. Seperti tahun – tahun sebelumnya Aksi didukung oleh teman – teman dari Kohati, HMI, GMKI, PMKRI, Asrama Nabire, Wisma Lidya, KPKC Sinode GKI, ICMC Jayapura, Asrama Talitakum, Kelompok Berbagi Cerita SAN (Stop Aids Now), Komunitas Survivor Abepura dll. Aksi bagi bunga diakhiri dengan kumpul bersama di tugu lingkaran atas Abepura. Tak ada orasi, tak ada spanduk, sebagian peserta aksi berjejer sambil memegang kertas bertuliskan “Stop Penyiksaan” sedangkan yang lainnya kembali membagikan bunga. Sebagian bunga ditancapkan pada pagar kawat berduri milik Polsekta Abepura yang sengaja ditaruh di depan tugu oleh Polsekta Abepura sejak bulan mei 2009. Pagar tersebut jika malam hari digunakan pihak Polsekta untuk membatasi (menutup) jalan di sisi kanan dan kiri Polsekta, sehingga tak ada satupun yang dibolehkan lewat di depan Polsekta, akibatnya semua kendaraan mesti menggunakan ruas jalan lain. Hal ini dilakukan Polsekta menyusul aksi dan isu akan ada penyerangan (lagi) ke Polsekta Abepura. Pagar–pagar kawat berduri sebagai blokade aparat polisipun menjadi cantik setelah diselipkan bunga- bunga bertuliskan…”su adilkah?’…


Setelah bagi bunga, tim AlDP yang berjumlah 13 (tigabelas) orang termasuk Dr.Muridan Widjojo, Fadhal Alhamid dan Yuli Langawuyo, 3 juru foto AlDP dan Ayu (Putri dari Fauzia) melakukan kunjungan ke LP Abepura dan LP Narkoba. Sebenarnya kunjungan ke kedua LP diagendakan pada tanggal 25 Juni 2009 namun karena ada pertemuan internal kalapas se Papua di tanggal tersebut sehingga digabung pada tanggal 26 Juni 2009, akibatnya cukup melelahkan karena acara dimulai dari pagi hingga malam hari.

Di LP Abepura, Kepala Lembaga pemasyarakatan (kalapas) menceritakan kondisi LP Abepura yang overcrowd karena jumlah narapidana dan tahanan melebihi daya dukung LP. Kalapas mengaku, bahwa dirinya merupakan orang terakhir yang dipilih sebagai kalapas LP Abepura pada bulan Agustus 2008 dengan tugas khusus yakni melakukan normalisasi di LP Abepura yang sebelumnya telah sarat dengan berbagai persoalan. Kalapas mengatakan bahwa kondisi ini membutuhkan perhatian dan dukungan dari berbagai pihak.

Pemerintah sendiri dinilai masih tidak menganggap LP sebagai institusi yang penting untuk diberikan dukungan. Pemerintah bahkan belum melihat para tahanan dan narapidana sebagai sumber tenaga kerja produktif yang semestinya diberikan peran sehingga dapat menghasilkan/produktif. Kalapas memberikan contoh, di Hongkong, pemerintahnya memberikan satu sector bisnis yakni menjalankan pelayanan jasa laundry seluruh Hongkong kepada Lembaga Pemasyarakatannya. Di LP Abepura, sektor perkebunan sayur mulai dihidupkan untuk memberikan penghasilan kepada narapidana bahkan pihak Bank sudah diundang untuk melayani transaksi menabung buat penghasilan mereka. Beliau juga menantang pemerintah agar mau memberikan satu mesin daur ulang dan satu truk pengangkut sampah “kami akan daur ulang seluruh sampah plastic di Jayapura…”katanya…”sayangnya, meski sudah ada OTSUS dan banyak narapidana dan tahanan orang Papua akan tetapi pemda tidak perhatikan, kami hanya dibantu pada saat gubernur Freddy Numberi…”akunya.

Dia menyadari adanya kondisi psikologis narapidana dan tahanan yang tidak stabil dan dapat menyebabkan banyak masalah diantara mereka dan juga dengan petugas. Kalapas juga mulai menjalankan program kerja bakti ke luar LP seperti ke rumah sakit, ke pasar dan membersihkan jalan –jalan sekitar Abepura. “ternyata bukan saja napi yang senang merasa ada penyegaran tetapi juga petugas LP semangat..”katanya.

Kalapas sempat mengeluhkan laporan HRW Asia yang melaporkan sejumlah kasus penyiksaan di LP Abepura, menurutnya kasus – kasus tersebut terjadi sebelum kepemimpinannya sedangkan di masanya hanya kasus Ferry Pakage dan itupun sudah diproses. Terhadap pemberitaan tersebut telah dilakukan klarifikasi meski tak sesuai harapannya. Memang ada beberapa pihak yang tidak dapat menerima sikapnya ketika mencoba menjalankan aturan secara tegas, seperti memperketat ijin keluar buat narapidana, di sisi lain dia pun kadang merasa terancam karena langkah–langkah normalisasi yang diputuskannya terutama karena berhadapan dengan orang Papua sendiri.

Setelah itu,Tim bertemu dengan Bukhtar Tabuni dan Sebi Sambom. Bukhtar yang pernah mengikuti kegiatan 26 Juni AlDP mengatakan bahwa ‘…hari ini saya juga minta teman – teman berpakaian hitam sebagai dukungan terhadap korban penyiksaan …”akunya.Wajahnya dipenuhi keringat sebab mereka baru selesai kerja bakti. Bukhtar dan Sebi hanya sedikit menceritakan proses hukum yang sedang dijalani sebab selebihnya pertemuan kali itu seperti forum saling melepas rindu terutama buat teman – teman yang jarang bertemu dengan mereka. Ayu, anaknya Fauzia yang berusia 5 tahun memberikan sekuntum bunga kepada kalapas. Kemudian bunga lainnya dan baju kaos dibagikan buat kalapas, Bukhtar dan Sebi, kalapas minta tambahan baju untuk diberikan ke tim music dari LP yang akan mengisi acara lagu – lagu sore harinya di salah satu stasiun TV lokal.

Keterangan foto : Aksi bagi Bunga tanggal 26 Juni 2009, andawat.