LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

14 Juli 2009

Pernyataan Pangdam XVII Cenderawasih : Setiap Kasus Yang Melibatkan Prajurit Akan Diusut

Oleh : Andawat

Pada hari senin tanggal 6 Juli 2009 dilakukan pertemuan antara pihak LSM yang mewakili korban kasus penembakan di Kampung Kibay tanggal 22 Juni 2009 dengan Pangdam XVII Cenderawasih di Makodam XVII Cenderawasih. Acara diawali dengan perkenalan singkat kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dari Tim Advokasi kasus Kibay yang terdiri dari LSM : KontraS Papua, LBH Papua, SKP Jayapura, AlDP , Dekenat Keerom dan keluarga korban.

Harry Maturbongs SH, koordinator KontraS Papua membuka pembicaraan mewakili Tim Advokasi, intinya menyampaikan 3 hal. Pertama, mengharapkan agar ada keterbukaan dari pihak Kodam untuk memberikan informasi berkaitan dengan proses penyidikan yang telah dilakukan termasuk juga kemungkinan pemanggilan yang akan dilakukan terhadap pihak keluarga. Kedua, permintaan dari keluarga korban dan masyarakat agar dapat bertemu dengan Pangdam XVII Cenderawasih terkait dengan kejadian dan trauma yang mereka alami juga untuk menjelaskan relasi sosial dan budaya yang dimiliki oleh penduduk sepanjang batas Papua RI dan PNG. Ketiga, terkait dengan tuntutan jaminan keamanan keluarga dan masyarakat di kampung Kibay dan sekitar daerah perbatasan .

Pada kesempatan tersebut, dijelaskan mengenai kronologis kejadian yang menimpa Isak Psakor termasuk keberadaan anjing pelacak dan kesepakatan yang pernah disampaikan oleh Danyon pada pertemuan tanggal 3 April 2009 antara masyarakat kampung Kibay dengan pos TNI di kampung Kibay dan pos TNI di Bewan.

Saat itu para petinggi Kodam XVII Cenderawasih yang mendampingi Pangdam cukup banyak seperti Dan Pomdam, Ka Kumdam, As Intel, DanDrem dan Asterdam bahkan disela-sela penyampaian pendapatnya, Pangdam sempat menanyakan Ka kesdam yang belum hadir, langsung saja Asterdam bergegas keluar ruang pertemuan dan kembali bersama Ka Kesdam.

Pertama, Pangdam menyampaikan terima kasih atas pertemuan yang berhasil dilakukan setelah mengalami penundaan, lebih lanjut beliau mengatakan bahwa setiap kasus yang melibatkan prajurit akan diusut, prajurit sudah tahu semua. Menurutnya jangankan kasus besar seperti di Kibay, kasus kecil seperti prajurit yang kedapatan mabuk pun akan diusut. Sekarang ini tidak ada lagi yang disembunyikan, sekarang bukan jamannya rekayasa, kalau rekayasa dan kami melawan, maka kami akan dilindas ”…kalau saya bawa saudara melihat tahanan militer, malu saya, karena sudah penuh…’ujarnya.

Menurutnya, pada pemeriksaan pendahuluan sudah ada Tersangka tapi yang jelas masih Tersangka penggunaan senjata untuk menembak. Ada prajurit salah menggunakan senjata, berapa menembak ke atas dan beberapa menembak datar. Diketahui dari hasil pemeriksaan bahwa saat itu ada 3 senjata yang meletus akan tetapi pemeriksaan belum sampai pada peluru siapa yang mengenai Isak Psakor. Menurut Pangdam, kepada siapa bisa saja peluru tersebut bisa kena, akan tetapi bisa saja Isak Psakor terkena peluru lain. Penyidikan harus dilakukan dengan teliti dan tidak boleh melakukan kerja yang salah. Menurutnya, pasukan yang berada di sana merupakan tanggungjawab langsung Komandan batalyon baik dari 725 maupun 711. Sedangkan yang bertanggungjawab seluruh pasukan di perbatasan adalah DanDrem.

Ada beberapa hal yang sempat terjadi saling klarifikasi, misalnya soal anjing, itu anjing kampung dan bukan anjing pelacak dan alasan memelihara anjing karena pos tersebut di tengah hutan, sedangkan situasi prajurit harus siaga terus dan was – was serta berpengaruh secara psikologis. Menurut hasil investigasi Tim Kodam, jalur tempat Isak Psakor dan rombongan lewat, bukan jalur orang sehingga Pangdam mempertanyakan mengapa mereka melewati jalur tersebut. Dan Pom menjelaskan bahwa jarak antara pos ke TKP ada banyak sungai dan sekitar 4 jam dengan kondisi jalan sangat licin dan hutannya sangat lebat, sehingga harus ada orang yang professional dan tahan banting, selain itu TKP tersebut adalah wilayah yang belum pernah dijamah oleh manusia. Namun Tim Advokasi menyampaikan pendapat warga bahwa jalur tersebut merupakan salah satu dari jalur menuju Skotyauw PNG selain dekat pos Bewan yang enggan dilewati warga karena ada anjing. Pangdam sempat meminta klarifikasi soal korban yang dikatakan tertembak dan jatuh setelah naik pohon, Tim menjelaskan bahwa menurut Wensi Psakor, kakak korban, korban bukan sudah naik pohon tetapi baru akan naik pohon.

Kodam sekarang sedang mencari kebenaran mengenai informasi bahwa yang bersangkutan membawa senjata, sebab sejauh ini prajurit yang diperiksa dalam keterangannya mempertahankan bahwa melihat orang membawa senjata. Namun Pangdam juga menjelaskan bahwa di situasi tertentu kadang prajurit melihat temannya sendiri sebagai musuh karena situasi tegang, kadang seorang prajurit lihat orang pegang kayu bisa saja diduga senjata kemudian ditembak karena dipikir musuh. Menurutnya apapun cerita itu karena sudah terbukti bahwa prajuritnya menggunakan senjata tidak semestinya maka prajurit sudah salah apalagi kalau senjata itu yang mengenai korban sudah lebih salah lagi…”dan kalau demikian sudah sepantasnya saya minta maaf…”begitu ujarnya.

Namun Pangdam mengeluhkan proses penyidikan yang tidak cukup didukung dengan baik oleh pihak keluarga korban, terkait dengan sikap keluarga yang sulit diminta keterangan atau ada yang memberikan keterangan berganti – ganti, seperti saat mereka menjenguk ke rumah sakit di Dok II Jayapura. Pihak Kodam sendiri sempat menyumbangkan 5 kantung darah AB dari anggota Pos 725 tersebut. Belum lagi berpindah – pindahnya ruang rawat korban saat di rumah sakit. Ketika pihak Kodam menanyakan ke pemda Keerom alasan evakuasi ke Jakarta, ada informasi yang mengatakan evakuasi hanya untuk menyenangkan keluarga, meski korban bisa ditangani di Jayapura. Mengenai keberangkatan korban, Tim Advokasi akui itu diluar koordinasi dan keputusan tim karena berdasarkan rembug keluarga dan pemda Keerom.

Menurut pangdam, hal tersebut bisa menimbulkan angapan, jangan – jangan ada rekayasa sebab karena tidak ada komunikasi sehingga bisa berkembang pikiran masing – masing. Hingga ada juga dugaan korban ditembak temannya sendiri. Pihak kodam sempat bertanya-tanya saat korban diberangkatkan tanpa pemberitahuan dan tidak diketahui rumah sakitnya, apakah ada yang merekayasa, apakah ada yang sengaja mau membunuhnya?. Dalam catatan laporan Kodam, segala hal yang berkaitan dengan kasus tersebut sudah sekitar 2 buku.

Masih menurut Pangdam, dengan jarak tembak sekitar 13 meter, lubang peluru yang masuk dan keluar akan tidak sama selain itu tempatnyapun tidak sama persis. Hal ini dikarenakan peluru pada saat bergerak menuju sasaran akan berputar sehingga waktu masuk lubangnya akan lebih besar dari waktu peluru keluar. Anehnya juga ketika hasil visum menyebutkan posisi peluru masuk terletak pada tulang iga ke 2 dan ke 3 dan sama dengan posisi peluru keluar menurut Ka Kesdam, posisinya seharusnya tidak sama.

Mengenai keinginan masyarakat agar pangdam bisa bertemu dengan mereka, secara prosedur hal tersebut bukanlah hal yang mudah, bukan karena Nasutionnya tapi demikianlah prosedur untuk menghadirkan Pangdam, Pangdam mesti aman dan bisa saja justru proses pengamanan yang dilakukan akan membuat masyarakat resah. Diakui bahwa untuk pos yang terdekat saja belum semuanya dikunjungi, ada baiknya DanDrem saja yang berkunjung akan tetapi apabila memungkinkan bisa dibuat pertemuan di tempat yang lebih mudah dijangkau agar Pangdam dapat hadir.

Menanggapi soal jaminan keamanan, pangdam mengatakan tak ingin dijebak dengan pertanyaan seperti itu sebab siapapun didunia ini tak bisa memberikan jaminan keamanan. Sedangkan mengenai anjing, Pangdam mengatakan tidak ada perintah untuk menggunakan anjing untuk patroli , itu mungkin bagian dari pengembangan di lapangan. Pangdam juga menegaskan kepada para petinggi Kodam untuk mengecek kebenaran pernyataan Danyon kepada masyarakat apabila bertemu dengan anjing – anjing tersebut. Pernyataan itu tidak betul dan akan menjatuhkan sanksi kepada Danyon apabila mengeluarkan pernyataan seperti itu.

Selanjutnya pangdam akan membaca kronologis yang diserahkan oleh Tim Advokasi untuk melakukan crosscheck. Baik pihak kodam dan Tim Advokasi sepakat bahwa perlu ada keterbukaan komunikasi dan berpikir dengan jernih agar tidak ada sikap saling curiga dan untuk membantu proses hukum yang sedang berjalan.

Setelah pertemuan dengan Pangdam, tim Advokasi melakukan evaluasi di kantor LBH Papua. Hal penting yang mesti diperhatikan adalah soal pemeriksaan yang sementara dilakukan oleh pihak Polres Keerom terhadap keluarga korban,sebelum ada pemeriksaan dari pihak Kodam. Sejauhmana kedua proses pemeriksaan itu bisa saling mensinergis dan bukannya malah membingungkan. Selain itu perlu juga untuk melakukan komunikasi dengan pihak keluarga korban mengenai penanganan medis yang sedang dijalani oleh korban. Mandat sebagai tim advokasi harus merujuk pada keinginan korban, akan tetapi jangan sampai keinginan korban dan keluarga untuk mencari keadilan yang sesungguhnya malah dibelokkan oleh pihak –pihak tertentu, untuk melupakan tanggungjawab Negara atas penderitaan yang telah mereka alami.

Keterangan foto : Pangdam XVII Cenderawasih pada saat pertemuan tanggal 6 Juli 2009, andawat.