LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

31 Juli 2009

Selama Ini Pemerintah Indonesia Tidak Pernah Membuka Diri (Lambert Pekikir) Bagian pertama

Oleh : Andawat

Pagi itu hari sabtu 25 Juli 2009, Jayapura masih mendung ketika ada pesan sms yang menanyakan soal aksi pengibaran bendera di Wembi. Informasinya simpang siur, lantas tim Andawat berusaha menghubungi pastor Jhon Jonga dari Dekenat Keerom. Pastor Jhon ternyata sedang mengikuti kegiatan di Sentani, beliau sudah mendengar informasi mengenai kejadian tersebut dan berencana akan ke TKP. Maka sekitar pukul 10.30 Pastor bersama Tim Andawat bergerak ke Sentani, di depan kantor distrik Abepura sudah menunggu teman-teman wartawan, 2 diantaranya wartawan dari radio 68 H dan Elshinta bergabung di strada warna merah, mobil pastor sedangkan yang lainnya menggunakan mobil kijang Avanza. Sepanjang perjalanan, semua berdiskusi mengenai aksi tersebut, wartawan radio 68 H dan Elshinta yang semobil dengan pastor Jhon menyempatkan diri untuk melakukan wawancara awal.

Menurut infomasi yang melakukan pengibaran bendera adalah kelompok TPN/OPM dibawah pimpinan Lambert Pekikir yang beroperasi di sekitar wilayah Keerom. Lambert Pekikir adalah orang asli dari Workwana –Wembi dan sudah belasan tahun berada di hutan sekitar Keerom. Diperkirakan sesekali dia turun juga ke Arso ibukota Keerom untuk bertemu keluarga atau mencari informasi. Kelompok Lambert Pekikir diperkirakan mempunyai anggota yang cukup beragam, ada orang Serui dan Wamena. Orang Wamena sendiri memang sangat banyak di sekitar Keerom.

Bendera dikibarkan di bukit tempat penggalian pasir di Kali Mur yang meliuk – liuk di pinggir jalan menuju Waris dan Senggi yang merupakan jalan lintas Irian. Letaknya sekitar 2 Kilometer dari perkampungan Wembi yang berpenduduk sekitar 400 jiwa. Dari beberapa informasi diketahui bahwa diperkirakan bendera telah dikibarkan sejak pukul 4 pagi. Adalah kapolres Keerom yang menghubungi pastor Jhon Jonga agar membantu proses negosiasi karena itu permintaan dari Lambert yang disampaikan melalui seorang kurir. Lambert hanya menginginkan negosiasi dilakukan oleh tokoh agama, tokoh adat dan disaksikan oleh wartawan. Dalam perjalanan,teman-teman wartawan menerima sms dari salah satu petinggi Kodam XVII Cenderawasih yang isinya menyarankan agar para wartawan tidak perlu ke TKP.

Dari kurir diterima informasi juga bahwa pengibaran bendera yang dilakukan oleh Lambert Pekikir dkk adalah reaksi atas tuduhan yang selama ini dikembangkan bahwa TPN/OPM adalah pelaku sejumlah kasus pengibaran bendera dan penyerangan. Masih menurut Lambert, padahal itu merupakan politik dari pemerintah Indonesia, maka sekarang dia benar-benar menaikkan bendera, dia tidak akan lari dan siap berdiri di bawah bendera. Pastor Jhon diberi waktu 3 jam oleh Kapolres untuk proses negosiasi dan jika bendera tetap tidak mau diturunkan maka akan ada tindakan lain yang diambil oleh pihak keamanan. Awalnya pastor Jhon merencanakan akan bertemu Kapolres sebentar di Polres Keerom, menurut informasi pihak kodam juga ada menunggu di sana namun karena waktu yang diberikan terbatas maka pastor terus melaju kearah TKP. Mobil sempat singgah sebentar di dekenat Keerom dan teman -teman wartawan yang semula menggunakan Avanza akhirnya bergabung di bak belakang strada karena khawatir Avanza tidak dapat menembus jalan yang sebagian rusak, 2 tokoh adat ikut bergabung. Suasana agak tegang karena terdengar kabar bahwa sebagian anggota TNI terutama kopasus sudah bergerak lebih dulu menuju TKP.

Saat memasuki Workwana, kurir mengirim pesan kembali ke pastor Jhon, isinya agar para wartawan menggunakan Id card dan pada kaca spion sebelah kiri mobil dipasang bendera putih. Mulanya sepucuk saputangan putih yang akan dipasang karena tidak ada kain lain yang memadai namun tak lama kemudian dari bak belakang seorang wartawan menyodorkan kaos dalam berwarna putih, rupanya itu milik wartawan Metro TV yang kemudian dipasang sesuai permintaan.

Mobil melaju dengan mengambil jalan pintas memasuki areal kelapa sawit Workwana. Di sekitar jalan nampak beberapa orang berkumpul dengan penuh selidik. Mobil berhenti di 2 pos TNI yang berada di kiri dan kanan jalan memasuki kampung Wembi. Sebelah kiri adalah pos Kopasus sedangkan sebelah kanan agak di gunung adalah pos non organic lainnya yang dipindahkan setelah terjadi penyerangan Pos Satgas TNI oleh kelompok TPN OPM tahun 2006. Mereka berbicara dengan pastor Jhon seputar aksi pengibaran bendera, tak ada yang turun dari mobil. Setidaknya ada 3 orang, seorang diantaranya berseragam sedangkan yang lainnya tak melepaskan pandangan dari semua penumpang mobil lainnya, tak ada yang bicara selain pastor. Seseorang lelaki bertubuh halus, putih, sebagian giginya nampak tak ada, diidentifikasikan sebagai anggota BIN memberikan pastor Jhon kamera ,”tolong difoto ,”katanya, Pastor langsung menyerahkan kamera tersebut kepada Jefri yang bertindak sebagai supir pada hari itu.

Di antara mereka nampak seorang Papua agak berumur, tubuhnya subur, bertopi dan kacamata, dia sempat ingin bergabung dengan rombongan namun karena mobil sudah sangat penuh, dia kemudian memilih kendaraan lain, seperti akan menumpang sepeda motor dari pos. “itu kakaknya Lambert Pekikir..”terang pastor Jhon. Di kepala banyak orang timbul pertanyaan, mengapa dia ada bersama militer?.

Sekitar pukul 13.15 mobil memasuki pemukiman penduduk di kampung Wembi, orang – orang ramai berkerumun di luar rumah. Ada yang ngobrol , ada yang hanya berdiri saling memandang atau menatap rombongan dari kota. Di ujung kampung ada sebuah rumah yang suasananya agak beda, mobil berhenti di jalan depan rumah tersebut, sebagian orang berteduh di pondok kecilnya dan sebagian yang lain langsung memilih ruas jalan untuk istirahat menunggu informasi lanjutan.

Terlihat ada 2 orang yang ikut sibuk bicara dan mendengar pembicaraan, seorang gondrong dan seorang lagi memakai topi, mereka rupanya dari intel korem dan koramil. Di halaman rumah itu dilakukan komunikasi via telepon dengan Lambert, lantas kurirpun dikirim ke TKP. Sekitar 20 menit kurir kembali dan memberikan isyarat waktunya sudah tepat untuk rombongan pastor menuju ke TKP. Intel yang memakai topi langsung ikut bergerak, katanya “ijin pastor, saya ikut..” kemudian dia menggunakan sepeda motor sedangkan yang gondrong mengatakan,” saya di sini saja..”terlihat yang bertopi lebih berani karena menurut pengakuannya Lambert tidak keberatan jika dia bergabung. Dia juga mengakui bahwa sebelumnya telah mengenal Lambert, entah dalam situasi seperti apa. Ada yang menduga, Lambert sempat didekati oleh pria bertopi tersebut sewaktu masih berdinas di Korem belasan tahun yang lalu namun kemudian Lambert tak setuju dengan upaya pendekatan tersebut. Padahal sehari setelah aksi pengibaran bendera, Lambert mengirim pesan melalui kurir yang menanyakan mengapa pria bertopi itu ikut saat negosiasi.

Tak disangka saat mobil bergerak ke TKP rombongan orang desapun bergerak meski sudah diperingatkan agar tak ikut tapi mereka pelan-pelan tetap jalan dengan membentuk kelompok masing-masing. Penumpang di bak belakang mobil juga bertambah. Perjalanan dengan mobil sekitar 7 menit, ketika seseorang dari arah belakang mengatakan bahwa mobil sudah melewati TKP Sehingga harus kembali berbalik arah. Kemudian berbelok kanan, memasuki lintasan pasir Kali Mur. Mobil berhenti sekitar 20 meter dari pinggiran kali Mur. Ruas kali meliuk –liuk melebar dan airnya yang berwarna coklat deras sekali. Tampak jelas meski di bukit seberang kali, bintang kejora sedang berkibar ada 2 orang dibawah bendera yakni Lambert dan seorang anak buahnya dan 2 tokoh adat yang sudah lebih dulu sampai. Rombongan harus menyeberang kali sambil berpegangan tangan, jika tidak pastilah sudah terbawa arus air yang tingginya sepinggang. Jarak bukit dengan pinggir kali sekitar 5 meter itupun dalam kondisi medan yang tidak rata sehingga semua harus berdiri dengan hati-hati saat mengambil gambar agar tidak tergelincir.

Keterangan foto : Lambert Pekikir bersama anak buahnya, 25 Juli 2009, andawat