LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

21 Oktober 2009

Mantembu : Satu Kasus Menambah Kekecewaan Yang Panjang

Oleh :Andawat

Kasus desa Yapan Mantembu, Serui yang terjadi pda tanggal 11 Juli 2009 segera memasuki persidangan, setelah pihak penyidik polda melimpahkan kasus tersebut kepada Kejaksaan negeri Jayapura. Pada kejadian tersebut, semula ada 14 oang warga sipil yang ditangkap, yakni Polikarpus Ambokari, Hans Ambokari, Akon Ambokari (12 tahun), Toni Warmentan, Wempi Wainarisi, Ari Ambokasri(siswa SMP),Niko Kamrea(SMP), Carles kafiar(SMP), Johni Ambokari(SMP), Epi Semboari (SD), Dominggus Semboari(63 tahun), Brian Ambokari(SMK), Gerson Wayani(SMK), dan Prillia Yustiati Uruwaya (relawan Elsham,pegawai honorer di Balai benih Hama Pertanian, Serui.

Penyidik di Polres Serui sempat melakukan interogasi terhadap seorang anak usia belasan untuk mengorek keterangan berkaitan dengan informasi adanya latihan militer yang dilakukan oleh kelompok TPN/OPM pimpinan Ferdinando Worabay (disersi TNI AD )di sekitar Yapan Mantembu. Anak tersebut dengan lugu dan tentu saja takut mempraktekkan beberapa bentuk-bentuk latihan yang dilakukan. Menurut pengakuannya pada saat latihan hanya menggunakan tongkat dan bukan senjata. Tentu dari keterangan anak tersebut, polisi banyak menemukan informasi yang bisa digunakan sebagai alasan untuk menangkap kelompok Ferdinando Worabay. Setelah menjalani pemeriksaan cukup panjang dari tim penyidik gabungan polres Serui dan polda papua, maka 3 orang Tersangka yakni Prillia Yustiati Uruwaya (Ati), Polikarpus Ambokari dan Hans Ambokari dipindahkan ke polda Papua.Sedangkan yang lainnya dibebaskan dengan status wajib lapor oleh polres Serui. Di Polres Serui, pendampingan dilakukan oleh LBH Kab Yapen yakni Saul Ayomi SH bersama Steve Waramuri SH.

Seminggu setelah mereka dipindahkan ke polda Papua di Jayapura, pemeriksaan belum juga dilakukan karena PH Ati belum tiba dari Serui, maka keluarga dari Ati mendatangi kantor ALDP dan meminta pendampingan. Setelah pengacara dari AlDP yakni Latifah Anum Siregar SH dan Iwan K Niode SH mencari informasi ke polda papua, pihak penyidik menjelaskan bahwa Ati sudah memiliki PH namun belum ada penyerahan klien dari PH terdahulu, hal ini dikuatkan oleh sms yang diterima oleh Latifah Anum Siregar SH dari rekan LSM di Jakarta yang turut memantau kasus tersebut. Mengingat pengalaman pendampingan yang kadang menimbulkan masalah maka PH dari AlDP tidak jadi melakukan pendampingan.

Namun di hari sabtu malam tanggal 25 Juli 2009, orang tua dan saudara Ati kembali menghubungi pengacara dari AlDP untuk minta dilakukan pendampingan terhadap Ati. Maka Latifah Anum Siregar SH dan Iwan K Niode SH kembali mendatangi polda Papua keesokan harinya. Di sana bertemu dengan Ati dan ibu dari Ati yang ikut bersama kapal yang membawa Ati dari Serui ke Jayapura. Beliau setiap pagi dan sore setia mengunjungi anaknya. Ati mengatakan kalau dia sangat tertekan sebab selama seminggu belum menjalani pemeriksaan selain itu teman-temannya tak ada yang datang mengunjungi. Setelah melakukan komunikasi dengan teman – teman di Serui, maka tim PH dari AlDP mulai melakukan pendampingan pertama, hari minggu tanggal 26 Juli 2009,mulai pukul 13.00 hingga pukul 20.00 WP Kondisi ini juga disampaikan kepada Tim gabungan PH yang ada di Jayapura.

Menurut pengakuan Ati, dia datang ke tempat kejadian setelah mendapatkan informasi dari temannya bahwa ada kejadian di Yapan Mantembu. Ati datang dengan menggunakan motor dan membawa kamera, perjalanan yang ditempuh sekitar 15 menit dari rumahnya di jalan Jenderal Sudirman, Serui kota. Ati menaruh motornya di bawah pohon dan mulai mengambil gambar ,baru kutikan ketiga dia merasa kurang aman karena polisi sedang melakukan penyisiran maka dia berniat pulang akan tetapi saat itu polisi langsung menghentikan langkahnya dan menangkap Ati bersama penduduk sipil lainnya.

Ati sempat diperiksa sebanyak 3 kali sebelum di bawa ke Polda papua. Saat pemeriksaan di polda Papua, setelah berkonsultasi dengan Tim PH AlDP, Ati lantas mencabut beberapa keterangannya di BAP yang disampaikan di Polres Serui sebab menurutnya tidak sesuai dengan fakta dan saat itu dia merasa sangat tertekan. Ati ditanya seputar aktifitas hariannya dan keterlibatannya dengan gerakan Papua merdeka, khususnya aksi – aksi yang dilakukan oleh WPNA (West Papua National Authority) namun dia hanya bersedia memberikan keterangan sesuai fakta kejadian selama dia berada di Yapan Mantembu tanggal 11 Juli 2009. Sambil menjalani pemeriksaan, Tim PH Ati memasukkan surat permohonan penangguhan penahanan pada hari senin tanggal 27 Juli 2009.

Pemeriksaan di tanggal 28 dan 29 Juli adalah yang paling krusial karena Ati harus menjelaskan maksud dari sejumlah sms yang diterimanya baik sebelum apalagi setelah penangkapan dirinya. Rupanya Wilson Uruwaya (kakak dari Ati) terus mengirim sms padanya meski hp nya dalam keadaan off, ditahan oleh pihak penyidik. Beberapa sms, oleh polisi dapat diindikasikan adanya pengetahuan Ati mengenai aksi dari WPNA, lebih jauh melibatkan Wilson Uruwaya sehingga saat itu polisi berniat memanggil Wilson Uruwaya namun karena tak ada yang mengetahui keberadaannya maka pemanggilan ditunda.

Setelah Ati ditangkap ,tanggal 12 Juli 2009 dilakukan penggeledahan di rumah Ati yang masih tinggal serumah dengan orang tuanya. Dibelakang rumah orang tuanya, terdapat rumah Wilson Uruwaya, Wilson disebut-sebut sebagai tokoh WPNA di Serui, salah seorang tokoh muda yang berpengaruh dan selalu merasa terinspirasi dengan semangat dan sepak terjang yang dilakukan oleh alm Yusuf Tanawani. Polisi mengambil computer miliknya, kemudian menggeledah rumah Wilson Uruwaya. Di rumah Wilson ditemukan beberapa dokumen, antara lain dokumen DAP, selebaran publikasi mengenai Papua sebenarnya sebagian bersifat sangat umum karena di download dari internet, sebagian yang lain dokumen yang berupa pamlet dan kaset video waktu aksi demo mendukung ILWP di Serui. Namun ada juga dokumen yang menimbulkan tanda tanya dan menjadi alat bukti yang kuat bagi polisi untuk mengembangkan kasus ke arah Wilson yakni ada sekitar 150 lembar kartu tanda anggota WPNA, setiap lembarnya telah terisi identitas orang lengkap dengan foto dan dibagian belakang tertera tanda tangan Jenderal Yoweni lengkap dengan cap TPN/OPM.

Wilson sendiri setelah Ati Uruwaya ditangkap membuat sejumlah surat berkaitan dengan kejadian di Yapan Mantembu serta sikap protes yang ditujukan kepada petinggi DAP dan PDP. Pada saat Wilson berkunjung ke ALDP dan menceritakan sejumlah kekhawatirannya, pihak ALDP mengatakan sebagai PH tidak mempunyai hak untuk mengklarifikasi kepada pihak kepolisian terhadap hal – hal yang menjadi keberatan atas kejadian di Yapan Mantembu sebagaimana yang disampaikan oleh Wilson, demikian juga pihak lainnya seperti DAP dan PDP. Karena jika suatu permasalahan sudah memasuki wilayah hukum maka yang diminta bertanggungjawab adalah orang-orang yang terlibat langsung atas peristiwa tersebut. Penyidik tentu akan mengembangkan kasus sesuai keterangan yang didapat pada saat penyidikan dan bila ada orang – orang yang terlibat tentu akan dipanggil untuk diminta keterangan. Sejauh ini sikap DAP dan PDP sudah melakukan koordinasi dan meminta pendampingan rakyat sipil kepada pihak LSM dan Pengacara termasuk dengan mendiskusikan kasus – kasus tersebut.

Pada hari kamis tanggal 30 Juli 2009, penangguhan Ati dikabulkan oleh pihak Polda Papua. Ati diwajibkan melapor setiap hari senin, setelah tiga minggu di Jayapura, bersama tim PH mengajukan permohonan pemindahan wajib lapor dari Polda Papua ke Polres Serui, mengingat pekerjaan Ati yang tidak dapat diitnggalkan terlalu lama. Di polres Serui, Ati sempat mengalami pelecehan seksual.. ‘saya kenal orang itu karena satu jemaat dengan orang tua saya,dia polisi..”akunya. Diharapkan setelah ke Serui Ati akan didampingi oleh teman-teman LSM dan PH dari Serui untuk membuat laporan atas dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh aparat polres Serui.

Sedangkan terhadap Ambokari bersaudara, menurut informasi yang diterima dari pihak penyidik, keduanya tidak memerlukan PH. Namun sayangnya setelah pemeriksaan berakhir baru pihak keluarga datang meminta bantuan pendampingan. Ambokari bersaudara adalah petani di desa Mantembu. Mereka ditangkap saat penyisiran pasca kejadian di Mantembu. Padahal saat kejadian mereka sedang di kebun dan akan berniat pulang ke rumah. Ambokari adalah pemiliki hak ulayat di daerah tersebut, letak rumah mereka di ujung kampung, mereka menjaga pipa air bersih yang dialirkan ke rumah-rumah.

Mantembu menjadi tempat persinggahan dari kelompok TPN/OPM pimpinan Ferdinando Worabay dan karena rumah Ambokari bersaudara di ujung kampung, kadang disinggahi oleh kelompok Ferdinando untuk sekedar meminta api atau makanan, sebenarnya kelompok TPN/OPM tersebut memiliki pondok tersendiri yang letaknya di atas bukit. Di tanggal 11 Juli 2009, kelompok Ferdinando Worabay yang sedang mendatangi Mantembu mendapat informasi bahwa kedatangan mereka telah diketahui oleh pihak keamanan akibat ada warga yang melapor. Maka Ferdinando Worabay marah dan berteriak di tengah kampung, menyadari bahwa kedatangannya akan menyulitkan warga maka dia menginstruksikan agar semua orang berdiam diri di dalam rumah, kemudian pasukan Ferdinando Worabay pergi meninggalkan kampung.

Setelah itu, datanglah patroli polisi dengan 2 mobil shabara dan mulai melakukan penyisiran, Ambokari bersaudara ditangkap dengan tangan diborgol ,mereka dipukul dan diseret menaiki mobil polisi. Saat mobil mulai melaju ada bom rakitan (Dopis) yang biasa digunakan orang Serui untuk mencari ikan, dilemparkan dari rumah seseorang. Polisi segera mencari tahu akan tetapi tidak jelas siapa pelakunya. Pada proses penyisiran itu, polisi juga sempat membakar 3 rumah warga dan memaksa warga untuk memberitahukan dimana keberadaan dari Fernando Worabay dan juga Decky Imbiri yang diduga menyeberang ke Serui setelah kasus Kapeso, Mamberamo.

Kelompok Fedinando Worabay tak berhasil ditangkap tapi penangkapan terhadap warga tetap dilakukan dan masih sarat dengan penyiksaan dan praktek ini sepertinya akan terus digunakan sebagai alasan untuk menakuti-nakuti,mengintimidasi dan seolah-olah bagian dari hukuman terhadap suatu peristiwa yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Penderitaan yang dialami warga sipil akibat penyisiran di kampung Yapan Mantembu mulai sepi dari perhatian berbagai pihak, namun dibalik itu semua tak dapat dipungkiri justru memperdalam sikap kekecewaan dan kebencian rakyat Mantembu terhadap aparat yang bertindak sewenang-wenang. Mereka akan mengingatnya terus, setiap saat menjadi energy dan dapat berubah menjadi bentuk-bentuk perlawanan terhadap pemerintah RI, khususnya aparat keamanan, sementara pemerintah sendiri tak pernah bisa tahu bagaimana cara mengakhirinya.

Keterangan foto : Saat pendampingan di polda Papua,tanggal 28 Juli 2009, Prilia Yustiati Uruwaya selalu ditemani ibundanya,andawat.