LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

28 Desember 2009

Pesta Perdamaian Yang Berakhir Dengan Kematian

Oleh: Andawat

Ketika jenazah Theys akan dimakamkan pada tanggal 17 November 2001, Sekjend PDP Thaha Moh Alhamid berkata “...yang kita antar ini dan akan kita kuburkan adalah jasad Theys, tubuh Theys tapi semangat dan cita – citanya kita bawa pulang, kita simpan, jaga dan memperkuat solidaritas untuk terus berjuang...”. Pada pemakaman Kelik Kwalik (KK) tanggal 22 November 2009, perasaan kolektif yang memunculkan semangat solidaritas orang – orang yang tertindas dan terus berjuang tentu makin terjaga sebab sejarah kematian KK mengulangi sejarah kematian Theys : dibunuh karena diangggap sebagai musuh negara Indonesia. Hal ini tergambar jelas pada pidato ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut S.Pd yang memimpin upacara pemakaman…” Sejarah dunia mencatat bahwa ideologi perjuangan suatu bangsa tidak pernah mati dibunuh oleh senjata apapun. Begitu pula ideologi dan cita-cita bangsa Papua akan terus berkobar…” ujarnya. Menurut berita yang berkembang KK ditembak pada dinihari tanggal 16 Desember 2009 sekitar jam 03.00 WIT di sebuah rumah di jalan Freeport lama ,kampung Gorong-gorong kelurahan Koprapoka, distrik Mimika Baru,Timika setelah berusaha melarikan diri atas sergapan Tim Densus 88 Polda Papua.

Oleh pihak pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan, KK dituduh sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas serangkaian aksi penembakan sejak Juli 2009 di sekitar areal pertambangan PT Freeport. Sebelumnya KK juga dituduh sebagai pelaku penembakan warga negara asing di areal mil 62-63 PT Freeport tahun 2002. Pada proses penyidikan peristiwa mil 62-63 polisi tidak pernah berhasil mendapatkan bukti akurat bahwa KK terlibat pada peristiwa tersebut. Antonius Wamang yang pernah menjadi TBO pada pos TNI penugasan di sekitar areal pertambangan PT Freeport dan melakukan transaksi amunisi di hotel Jody jalan Jaksa, Jakarta dengan aparat TNI (pengakuan Antonius Wamang ketika disidik) kemudian menjadi tertuduh dan kini menjalani hukuman seumur hidup di LP Cipinang Jakarta.

Berkaitan dengan serangkaian aksi penembakan sejak Juli 2009, pihak kepolisian juga telah melakukan segala upaya untuk mengungkapkan pelakunya. Hingga akhirnya kapolda Papua secara transparan mengumumkan bahwa penembakan warga sipil di areal PT. Freeport sejak tanggal 11 Juli 2009 adalah tindakan kriminal bersenjata murni bukan dilakukan oleh TPN/OPM pimpinan Kelik Kwalik. ”…Kelik Kwalik pun mengakui bahwa pelaku teror bukanlah dari kelompoknya…”tutur Kabid humas Polda Papua Kombes Pol.Drs.Agus Riyanto. Pernyataan ini disampaikan menyusul anggotanya yang diutus bertemu secara langsung dengan Kelik Kwalik (Cepos 24 Oktober 2009).

Pernyataan tersebut direspon oleh Pangdam XVII Cenderawasih dengan memunculkan video cuplikan pernyataan KK yang menyatakan bahwa dialah yang mengeluarkan perintah operasi untuk merusak Freeport, pada saat diskusi tanggal 30 Oktober 2009 di hotel Swissbell di Jayapura. Pemunculan video tersebut dipertanyakan mulai dari keasliannya hingga periode rekaman yang diduga sudah cukup lama. Selain itu video tersebut tidak dapat langsung dijadikan bukti hukum bahwa KK bertanggungjawab untuk serangkaian aksi sejak Juli 2009, sebab tidak ada pernyataan yang menunjukkan lokasi atau waktu secara spesifik. Sejak awal memang perdebatan antara pangdam dan kapolda mengenai pelaku terus menghiasi media massa bahkan saling mengeluarkan dokumen foto KK yang berbeda.

Sebelumnya KK sendiri telah membuat pernyataan tertulis tertanggal 15 Juli 2009 yakni ..”Semua kasus penembakan di Tembagapura adalah tanggungjawab PT Freeport Indonesia dan TNI/POLRI. Terutama peristiwa – peristiwa penembakan di sepanjang areal PT Freeport Indonesia..”tulis KK.(vivanews.com 28 Juli 2009).

Fakta lainnya kemudian polisi telah menangkap dan memeriksa 32 orang saksi dan 7 diantaranya ditetapkan sebagai Tersangka yakni Amin Yawame (karyawan PT Freeport), Dominikus Beanal (karyawan PT Freeport), Tommy Beanal (warga Tembagapura), Eltinus Beanal (warga Timika Indah), Simon Beanal (warga Yahamat), dan Yani Beanal (pelajar). Satu tersangka lainnya adalah Endel Kiwak menjadi tersangka karena menyimpan ratusan amunisi dan dikenakan Undang-Undang Darurat.

Namun distorsi pemberitaan terus berkembang di berbagai media untuk memojokkan dan menunjukkan bahwa KK adalah pelakunya. Seolah - olah KK pantas dituduh bukan karena KK satu -satunya yang memiliki alasan untuk melakukan ‘perlawanan’ sebab bisa saja ada pihak lain yang melakukan perlawanan dengan alasan tertentu tetapi karena hanya KK satu-satunya kelompok perlawanan bersenjata yang dapat diidentifikasi.

Kemudian KK ditembak. Segera setelah itu dibawa ke RS Bayangkara di Kotaraja Jayapura untuk dilakukan otopsi dan dan tes DNA. Namun keesokan harinya jenazah KK diterbangkan ke Timika dan tes DNA belum sempat dilakukan, sehingga hanya dilakukan pencocokan dengan tanda-tanda phisik seperti tanda lahir dan sidik jari. Menurut pihak kepolisian masih menunggu sampel pembanding untuk dicocokkan yakni dari orang tua atau anaknya. Hasil tes DNA tentu sangat dibutuhkan untuk kepentingan hukum termasuk bila ada declare, complain dan lain sebagainya. Di airport Sentani, mama Yosepha dan pastor Jhon Jonga sempat diminta untuk mengidentifikasi jenazah.

Ada 2 peristiwa yang berbeda yakni rangkaian aksi penembakan sejak Juli 2009 yang hingga kini belum diketahui pelakunya dan penembakan terhadap KK. Membunuh KK bukanlah langkah hukum untuk mendapatkan bukti bahwa KK adalah pelakunya. Apalagi jika tujuan menghabisi nyawa KK adalah untuk mengakhiri ketidakjelasan perdebatan soal pelaku serangkaian aksi tersebut. Sesungguhnya sampai hari ini tidak ada bukti kuat yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum bahwa KK adalah otak atau pelaku dari peristiwa tersebut. Sehingga meski Kelik Kwalik telah tertembak mati tetapi penyidikan terhadap rangkaian aksi penembakan sejak juli 2009 harus tetap dilakukan dan jangan sampai ada praktek ‘kambing hitam’ terhadap Kelik Kwalik untuk menyembunyikan konfigurasi peristiwa dan pelaku yang sebenarnya.

Pembunuhan terhadap KK adalah rangkaian peristiwa hukum yang harus dipertanggungjawabkan juga. Mengapa KK ditembak oleh pihak yang sebelumnya mengatakan dirinya tidak terlibat pada serangkaian aksi penembakan sejak juli 2009?, mengapa setelah kapolda diganti?. Skenario apa yang sedang dimainkan oleh pihak keamanan?. KK memang sudah agak lama turun ke Timika. Turunnya tokoh OPM ke kampung atau tempat tertentu sebenarnya tidaklah terlalu mengherankan sebab mungkin saja karena ada keperluan tertentu, misalnya untuk bertemu dengan keluarga. Yang agak mengherankan adalah keberanian KK turun ketika tuduhan tajam diarahkan kepadanya. Turunnya KK dan penembakan atas dirinya sempat memunculkan sikap saling menuduh di lingkarannya sendiri. Ada rumor yang ditiupkan bahwa turunnya KK karena setuju dan akan merespon gagasan dialog yang mulai berkembang, ada juga rumor yang mengatakan bahwa turunnya KK karena ajakan dari pihak security PT Freeport. Tentu semua rumor tersebut masih perlu pembuktian yang akurat. Siapa yang ikut bermain, siapa yang membujuknya, siapa yang menunjukkan persembunyiannya?. sehingga KK masuk dalam perangkap dan diserang timah panas Densus 88. Jelas ada yang berkhianat dari janji pertemanan dan pertemuan yang sudah terjadi.

Apapun semangat (baik) yang dimunculkan pada pertemuan tersebut diyakini ada motivasi lain yang tentu saja bertujuan memoderasi kekuatan yang saat itu (hingga kini) sedang diperbincangkan dan yang paling fatal, tentu menghabisi nyawa pemimpinnya. Pertemuan tersebut menjadi peluang untuk mendeteksi lebih akurat segala aktifitas dan ruang gerak KK. Pertemuan KK dengan pihak polda diduga sebagai alasan kuat KK turun dan kemudian memilih menetap agak lama di Gorong –gorong. Bisa jadi KK mendapat ‘angin surga’ mengenai jaminan keamanan atas dirinya. KK berharap pertemuan tersebut dapat menghapus kekhawatiran dan kecurigaan. Apalagi setelah pertemuan tersebut pihak polda Papua menangguhkan penahanan 6 dari 7 orang Tersangka. KK yang menghargai kesepakatan tidak sadar kalau perjumpaan yang diawali dengan ‘pesta perdamaian’ itu akan berakhir dengan kematiannya.

Willem Ondi ditembak setelah bertemu dengan presiden Megawati pada pertemuan yang dieluk-elukan dan dinilai sangat sukses ditengah kecaman terhadap dirinya sebagai pelaku serangkaian teror dan penembakan di sekitar perusahaan kayu Korindo, Merauke dan sekitarnya. Theys Eluay diculik dan dibunuh setelah menghadiri undangan terhormat dalam rangka merayakan hari pahlawan pada saat dirinya diserang dengan tuduhan makar oleh pengadilan dan KK ditembak setelah memenuhi pertemuan dengan pihak polda Papua pada saat dirinya dituding sebagai pelaku aksi penembakan di areal PT Freeport. Apakah semua ini hanya kebetulan?.

Indonesia, katanya negara hukum maka bukankah lebih adil jika orang –orang yang dianggap melanggar hukum diminta pertanggungjawabannya secara hukum untuk membuktikan kualifikasi keterlibatannya pada satu atau lebih dari satu peristiwa , kapan dan dimana atau juga untuk membuktikan bahwa dia tidak terlibat?. Adalah cara pandang yang keliru jika kita berpikir untuk menciptakan keamanan harus dengan jalan membunuh orang – orang yang dianggap musuh sebab membunuh tidak menjaga apalagi memperbanyak teman dan rasa aman. Sudah terlalu banyak nyawa yang hilang akibat konflik di sekitar areal PT Freeport. Penembakan dan kematian KK makin memperjelas misteri PT Freeport sebagai sarang kejahatan kemanusiaan dan atas nama negara, aparat kita diwajibkan membela kepentingan Freeport. Setelah kematian Kelik Kwalik ,apakah PT Freeport bisa tenang sekarang?.

Keterangan foto: Foto Jenazah Panglima TPM/OPM Kelly Kwalik saat disemayamkan di depan kantor DPRD Mimika (19/12/09), Cepos.