LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

07 Februari 2010

Jhon Ibo Kecewa

Oleh: Andawat

Awal tahun 2010, dugaan korupsi yang dialamatkan ke Jhon Ibo semakin terbuka ke publik. Sebenarnya sejak pertengahan tahun lalu orang mulai bisik – bisik mengenai dugaan korupsi di DPRP Papua. Pihak kejaksaan sendiri nampak begitu bersemangat untuk melakukan pemeriksaan terhadapnya sementara dugaan korupsi lainnya termasuk kasus pembelian dan tenggelamnya Kapal di Asmat, dugaan korupsi di MRP dan di beberapa kabupaten lainnya seperti diabaikan. Dalam kasus ini juga melibatkan seorang anggota DPRP lainnya, Yance Kayame dan dua mantan pejabat Pemprov Papua masing masing mantan Sekda Andi Basso Basaleng dan mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Papua Paul Onibala, berkas kedua pejabat tersebut dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke pengadilan.

Pemeriksaan pertama terhadap Jhon Ibo direncanakan pada 21 Januari 2010 tetapi Jhon Ibo meminta penundaan melalui surat yang dikirim berlabel DPRP dengan alasan bahwa saat itu dia sedang berada di Jakarta untuk berobat. Diakui memang bahwa untuk menemui Jhon Ibo bukanlah hal yang mudah karena ketika dia tidak ada di ruangannya di DPRP maka keberadaannya otomatis susah dilacak, HPnya pun sering tak aktif. Sebelum pemeriksaan beberapa media terus mencarinya, menunggu komentarnya bahkan terkesan menyerangnya, seolah tak sabar menunggu munculnya Jhon Ibo di kantor kejaksaan tinggi. Dorongan dari berbagai pihak terhadap kejaksaan tinggi untuk melakukan pemeriksaan atau proses hukum terhadap dirinya membuat Jhon Ibo nampak sangat kecewa. Dia menduga ada konspirasi yang dilakukan oleh lawan – lawan politiknya menjelang pemilihan gubernur (2011), meski tidak jelas siapa lawan politik dimaksud. Justru yang jelas adalah kemarahan Jhon Ibo terhadap para petinggi pemerintah di provinsi Papua lainnya.

Hari senin tanggal 1 Februari 2010 Jhon Ibo memenuhi panggilan pihak Kejaksaan Tinggi terhadap dugaan korupsi sebesar 5,2 M pada tahun anggaran 2006 dalam bentuk bantuan, yang sebenarnya dilakukan 2 tahap yakni 2,6 M kemudian 2,6 M. “..Orang telah mengintip saya dan mereka memberikan anggaran kepada saya..”ujarnya saat jumpa pers dengan wartawan di ruang kerjanya selasa 2 Feb 2010 (Bintang Papua, 3 feb 2010). Menurutnya karena dana tersebut pasal bantuan ..”maka dana tersebut sifatnya fleksibel dalam arti bisa membangun rumah pribadi, rumah jabatan, rumah gereja atau rumah gudang, bisa saja…”(Cepos,03 Pebruari 2010).

Akibat dirinya diperiksa, Jhon Ibo mulai membeberkan sejumlah hal yang berkaitan dengan buruknya manajemen pengelolaan anggaran (tentu juga pertanggungjawabannya) di tingkat provinsi Papua. Ada sejumlah anggaran yang jatuh kepada instansi vertical yang sudah mendapatkan porsi dari APBN. Dia meminta BPK untuk mengecek rekening pejabat karena menurutnya banyak uang rakyat yang sudah dipakai oleh pejabat dalam rekening pribadi pejabat. Jhon Ibo turut menuduh SKPD yang menurutnya telah menipu gubernur dan berharap SKPD tidak menipu DPRP dan DPRP jangan menipu rakyat.

Pemerintah pusat, menurutnya bersikap inkonsistensi terhadap impelementasi OTSUS yang menyebabkan pembagian bagi hasil antara pusat dan daerah dengan porsi 70 : 30 hingga kini belum terlaksana. Memang sejak lama saat penyusunan APBD pembagian tersebut selalu dipersoalkan tapi kemudian sikap DPRP melemah lagi. Menurut sebuah sumber..”Kalau DPRP ribut – rebut terus dikasih dana sedikit dari pemda, lantas diam…”.

Keberadaan pasukan keamanan tak luput dari kritik Jhon Ibo. Katanya meski DOM sudah dihapus tetapi masih ada DOI (Daerah Operasi Intelejen) baik untuk propaganda maupun untuk kepentingan menjaga NKRI akibatnya peran intelejen masih cukup kental di Papua. ”…Jadi wajar saja kalau kekacauan masih terjadi hampir di seantero Papua..”, ujarnya (Bintang Papua, 3 Februari 2010). Menurut pengakuannya, tim inevstigasi dari DPRP yang melakukan investigasi kasus di Jayawijaya sempat ditakut-takuti oleh pihak TNI. “..TNI dan DPRP sama –sama abdi negara jadi jangan menganggu kerja DPRP..”katanya dan TNI juga diminta untuk tidak melakukan intervensi terhadap proses yang dilakukan pihak DPRP.

Menurutnya jika bantuan kepada ketua DPRP yang dipersoalkan maka bantuan kepada pengamanan wilayah seharusnya juga dipersoalkan. Sebab pengamanan wilayah yang disebut sebagai kebijakan nasional dan diatur dalam APBN tapi kenyataannya di APBD diberikan juga dana buat pengamanan wilayah.

Jhon Ibo menambahkan banyak sekali penggunaan dana APBD yang seharusnya tidak boleh dilakukan seperti bantuan dana ke partai politik yang bersifat tertutup dan tidak dipertanggungjawabkan. Kemudian dia menyayangkan hanya bantuan kepadanya yang dipermasalahkan dan bantuan kepada muspida yang lain tidak dipersoalkan.”..Saya adalah pemimpin..’katanya.”..Jangan sampai seluruh rahasia itu saya bongkar juga kepada rakyat karena pelaksanaan pemerintahan juga tidak beres di Papua…”ujarnya.

Jhon Ibo memberikan argumentasi secara politis mengenai bantuan tersebut. Pertama dia mengakui telah menerima dana tersebut dan menurutnya tidak ditimbun dalam rekening tapi digunakan untuk memberikan bantuan kepada mahasiswa, pelajar, orang yang sakit, bantuan perjalanan dan lain sebagainya maka dia tidak salah menggunakannya. Kedua, pemberian bantuan tersebut tidak bertentangan dengan aturan yang ada. Jika dianggap bertentang maka bukan dia yang salah akan tetapi pihak yang memberikan karena mereka yang lebih mengetahui secara jelas dasar hukumnya.

Jhon Ibo, seorang politisi yang belasan tahun sudah mengenal dan memimpin DPRP. Bahwa salah satu kewenangan yang dimiliki oleh DPRP adalah bersama gubernur menetapkan APBD. Bahwa dialah ketua DPRP dan ketua badan anggaran (dulu Panitia Anggaran di DPRP) alias pengambil keputusan tertinggi di DPRP. Maka argumentasinya menjadi aneh jika bantuan sebesar 5,2 M itu adalah jebakan untuknya. Lebih aneh lagi , ketika dia bersedia menerima tanpa mengetahui dasar hukum apalagi konsekwensi yang bakal diterimanya dikemudian hari.

Memang apa yang dilakukan (meski itu tidak selalu benar) oleh Jhon Ibo saat sekarang ini bisa dilakukan oleh pejabat siapa saja atau public figure yang sedang menjalani proses hukum sementara dia mengetahui rahasia pemerintahan lainnya. Apalagi ketika proses hukum yang dihadapi berdekatan dengan situasi dimana dia mulai merasa ditinggalkan oleh kelompoknya sesama pemegang kekuasaan atau justru karena sebentar lagi kekuasaan akan pergi darinya dengan sedikit pilihan yang tersisa buatnya. Seseorang yang merasa tidak diperlukan lagi karena tidak memiliki kekuasaan. Perasaan Jhon Ibo lebih parah dari itu karena dia mulai merasa tak berkuasa apapun di saat dirinya masih menjadi ketua DPRP.

Kegagalan Jhon Ibo memimpin sudah nampak secara internal di partai yang dipimpinnya ketika cita-citanya kandas untuk meraih kursi kepemimpinan Golkar DPD Provinsi Papua kedua kalinya pada bulan November 2009. Sebelumnya Jhon Ibo sempat diprotes secara internal di partainya sejak ada dugaan kuat dia menginstruksikan semua DPD II Golkar se-Provinsi Papua agar memberikan dukungan penuh pada Aburizal Bakrie sebagai ketua umum DPP Golkar sekaligus mengancam akan memecat pengurus DPD II Golkar yang tidak loyal pada instruksi yang diberikannya.

Pada bulan oktober 2009, Jhon Ibo sebagai ketua Golkar berkonflik dengan DPD Golkar Kab Merauke menyusul SK DPD Golkar Provinsi Papua yang menonaktifkan Drs Johanes Gluba Gebze sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Merauke dan mengangkat Martina Mehuwe, SE, MM sebagai pelaksana tugas DPD Golkar Kabupaten Merauke.

Menurutnya, penonaktifan ini karena ditemui adanya inskonsistensi kepemimpin. Namun pihak DPDP Kab Merauke berkilah bahwa dalam Surat DPP Golkar Nomor: B-5/Golkar/X/2009 tertanggal 21 Oktober 2009, pada point 7, ditegaskan bahwa Partai Golkar Provinsi tidak diperbolehkan melakukan pergantian Ketua/Pimpinan Partai Golkar Kabupaten/Kota.

Pada pemilihan ketua DPRP periode 2009 - 2014, Jhon Ibo ’diuntungkan’ dengan UU No 27 tahun 2009 mengenai MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 303(3) menyebutkan : Ketua DPRD Provinsi ialah anggota DPRD provinsi yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD provinsi, yang kemudian secara internal partai yang memperoleh suara terbanyak di DPRP yakni partai Golkar, sepakat menetapkan Jhon Ibo, jika tidak pasti ceritanya menjadi lain.

Di DPRP, Jhon Ibo bersama Golkarnya nyaris tidak mendapatkan posisi yang strategis setelah pertarungan panjang di saat pembahasan Tata tertib (TATIB) DPRP dan menyebabkan munculnya resistensi dari berbagai fraksi untuk selalu membuat pilihan yang berbeda dengan pandangan fraksi Golkar. Tak satupun jabatan ketua, wakil ketua atau sekretaris komisi dapat direbut oleh Golkar. Untuk alat kelengkapan dewan lainnya, kepemimpinan sekarang bersifat kolektif dan kolegial dengan turut didistribusikan kepada wakil – wakil ketua, sedangkan untuk Badan Kerjasama Antar Lembaga (BKAL) dipegang oleh Weynand Watori. TATIB DPRP yang baru secara tegas membatasi kekuasaan ketua (bukan pimpinan dewan) yang dulu memegang semua jabatan karena ‘ex oficio’.

Sebagai ketua, Jhon Ibo dianggap single fighter, keputusan yang diambil kadang berjalan tanpa koordinasi dengan pimpinan DPRP yang lain. Tidak rukunnya relasi diantara pimpinan DPRP bukanlah hal yang dapat ditutupi lagi. Ada informasi bahwa Jhon Ibo sering menggunakan kewenangannya untuk melakukan intervensi terhadap berbagai proses yang sedang berjalan misalnya ketika pertemuan antara rombongan DPRP dengan pihak Depdagri di Jakarta sehingga rombongan DPRP yang sebelumnya sudah berada di ruangan bersama salah satu wakil ketua DPRP tak dapat bersuara. Jhon Ibo diduga pernah mengambil kebijakan penyusunan anggaran dengan menggunakan mekanisme khusus yakni hanya dilakukan oleh beberapa orang dari panitia anggaran DPRP, kemudian ditentang oleh Ramses Wally dan anggota DPRP lainnya, karena dianggap tidak sesuai mekanisme yang biasa dilakukan.

Di dunia politik lokal, Jhon Ibo merasa sebagai salah satu figure yang paling berjasa menjaga benteng NKRI dengan kemampuan politiknya ketika berhadapan dengan berbagai kelompok dengan aspirasi yang berbeda terutama untuk menghalau kekuatan pro merdeka yang selalu berdemonstrasi di DPRP. Bahkan di beberapa pertemuan sempat terjadi adu mulut dengan kelompok pro merdeka. Jhon Ibo pernah menjelekkan tokoh – tokoh DAP dan PDP, seraya membandingkan dengan peran yang sedang dilakukannya sebagai pemimpin rakyat di DPRP itulah yang paling tepat. Ketika akan kampanye untuk PILKADA provinsi Papua tahun 2006, Jhon Ibo berpidato di hadapan Warga BKMT (Badan Kontak Majelsi taklim) dan mengatakan bahwa sebagai anak bangsa dirinya menegaskan bahwa NKRI adalah awal dan akhir baginya. "Saya tegaskan bahwa saya berdiri di atas platform NKRI. Sehingga NKRI adalah awal dan akhir dalam hidup saya," tegasnya serius. Jhon Ibo juga merasa sebagai salah satu figure yang sangat berjasa memenangkan SBY di Papua. Sebagian orang berpendapat bahwa naluri politik luar biasa dan bisa diterima oleh siapa saja yang dimiliki oleh Jhon Ibo mencerminkan gaya politik dari seniornya di Golkar, Akbar Tandjung.

Apa yang dilakukan oleh Jhon Ibo menyusul pemeriksaan terhadap dirinya adalah kecerdasan lain yang dimilikinya. Akankah Jhon Ibo bertindak sebagai Susno Duadji yang dulu dipuji –puji oleh pemerintah dan sangat getol membela institusinya kemudian dengan sangat tegas dan berani menyerang institusinya sendiri?. Apakah bila nanti Jhon Ibo sudah tidak memiliki jabatan apapun masih tetap mengumandangkan kesetiaan kepada NKRI?. Susno Duadji yang dulunya sempat dicaci maki rakyat kini mendapat simpati dimana-mana ketika dia berhasil memukau perhatian dengan memihak rakyat pada kasus Bank Century dan kasus Antasari, bisa jadi dia akan terus mencari simpati dengan membeberkan sejumlah kasus lainnya yang telah lama disembunyikan saat dirinya memegang jabatan Kabareskrim Mabes POLRI. Susno Duadji tidak punya kebanggan dan jalan lain untuk meletakkan mahkota di atas kepalanya sendiri selain mengubah peran dari tokoh orang jahat menjadi orang baik – baik. Dia menganut asas mending jadi bekas orang jahat daripada disebut bekas orang baik.

Bisa jadi pemeriksaan terhadap Jhon Ibo membuka pintu untuk diseretnya sejumlah pejabat yang senang bermain - main dengan uang rakyat serta buruknya sistem pemerintahan daerah khususnya mengenai pengelolaan dana OTSUS. Misalnya, mengenai politik sulap – menyulap anggaran saat pembahasan APBD di berbagai tingkatan atau betulkah pernah ada perubahan mata anggaran yang telah disahkan oleh DPRP dan eksekutif? dll. Jika pemeriksaan dilanjutkan, Jhon Ibo akan terus bersuara sebab dia pasti tak mau sendiri di dalam penjara. Jika ada pihak – pihak lain yang merasa akan turut dirugikan dan berusaha menghentikan proses hukumnya, tentu akan berhadapan dengan kekuatan nyata dan lebih besar yang datang dari rakyat. Buat Jhon Ibo, ini salah satu jalan untuk menunjukkan komitmennya sebagai pemimpin yang benar –benar memihak kepada rakyat. Jadi, katakan saja semua yang dulu ditutup –tutupi, pak !.

Keterangan foto : Jhon Ibo saat menerima demonstrasi menolak OTSUS di DPRP tanggal 12 Agustus 2005,andawat.