LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

02 Maret 2010

DIALOG PAPUA JAKARTA : Masih Penuh Kekhawatiran dan Kecurigaan (Bagian Kedua)

Oleh: Andawat

Sekarang isu dialog bergulir sangat cepat hingga kadang beberapa hal substantive dan pengistilahan belum sempat disepakati, disempurnakan, dibakukan dan dipahami bersama dengan baik telah berkembang dengan berbagai persepsi. Secara tehnis masih banyak hal yang harus diperhatikan agar tidak berpengaruh terhadap substansi dan tujuan dialog. Dialog Papua Jakarta mengalami multitafsir. Orang berdebat untuk menyebut kata Papua atau Jakarta lebih dulu, ada yang berpendapat kata Papua disebut lebih dulu untuk menunjukkan dimana mereka berada. Ketika menyebut dialog Papua Jakarta ada yang langsung mempresepsikannya ke dalam dialog nasional, hingga pers kemudian turut menyebutnya dialog nasional seperti pemberitaan yang berkembang. Penyebutkan kata Papua dan Jakarta itu sebenarnya menunjukkan 2 subyek yang secara teritori dan politis sedang bertikai : Papua dan Jakarta. Jakarta sebagai pusat kekuasaan dari pemerintah Indonesia yang terus menerus dinilai gagal dalam mengambil hati dan mengintegrasikan Papua ke dalam Indonesia juga mengabaikan eksistensi orang Papua bahkan secara psikologis Jakarta merupakan personafikasi dari kelompok penindas. Sedangkan Papua merepresentasekan wilayah dan entitas yang selalu mengalami praktek ketidakadilan,kekerasan negara, penindasan dan dikorbankan untuk kepentingan Indonesia.

Sehingga ketika menyebut Dialog Papua Jakarta tidak langsung mendefenisikan jenis dialog sebagai dialog nasional. Adanya permintaan keterlibatan pihak ketiga dan atau pihak internasional atau dilakukan di luar negeri dan diberi judul dialog internasional yang berdialog tetap Papua dan Jakarta. Jadi tuntutan keterlibatan pihak ketiga dan atau pihak internasional dikerangkakan dalam upaya untuk menumbuhkan kepercayaan,netralitas dan obyektifitas. Membantu menciptakan situasi yang kondisi dan memperlancar proses berdialog bukan sebagai backing salah satu pihak.

Tawaran dialog juga akan dibenturkan dengan isu referendum oleh sebagian kelompok papua yang pro merdeka. Hal ini karena masih ada ketidakjelasan persepsi mengenai dialog dan referendum. Dialog seharusnya dipahami sebagai cara untuk menyampaikan permasalahan, merumuskan dan membuat pilihan. Sedangkan referendum atau juga NKRI, OTSUS dan lain sebagainya itu adalah hasil atau pilihan dari berdialog. Sehingga tentu saja kotak untuk meletakkan dialog tidak sama dengan kotak untuk meletakkan referendum, NKRI, OTSUS atau pilihan lainnya. Dialog adalah jalan atau cara untuk sampai pada kotak -kotak berikutnya tersebut. Isu referendum juga akan dibonceng oleh kelompok yang sangat pro NKRI untuk memelihara pertentangan di kalangan orang papua.

Terhadap keinginan kelompok yang mendukung dialog harus tetap diperkaya dengan berbagai realitas dan kemungkinan – kemungkinan yang bakal dihadapi. Sebab ada yang menaruh harapan bahwa dialog adalah pilihan terakhir untuk bernegosiasi dengan Indonesia sehingga khawatir sekali jika kemudian dialog akan gagal(lagi). Ada juga yang berpikir sangat cepat dan sudah menentukan lebih tehnis mengenai lokasi dialog ataupun juru runding atau pihak ketiga sehingga berpendapat bahwa dialog harus dilakukan dengan cepat. Ada yang sangat setuju tapi tidak memahami bagaimana harus memulai dan berkontribusi sehingga menyerahkan tugas dialog kepada tim yang dibentuk oleh LIPI dan Pastor Neles Tebay. Tentu saja diantara berbagai harapan yang telah ada,ada juga kecurigaan, penolakan bahkan kampanye anti dialog yang terus tumbuh sehingga mesti dikelola dengan baik agar dukungan untuk dialog terus bertambah. Kampanye pro dialog harus terus dilakukan dengan sinergis melalui berbagai peluang yang tersedia dan dibuat secara sengaja.

LIPI dan Pastor Neles Tebay telah menggagas pertemuan di Singapore akhir November 2009 dengan melibatkan aktifis LSM, pemuda,mahasiswa, tokoh adat dan kelompok akademisi selanjutnya terbentuklah Jaringan Damai papua (JDP). Agenda utama JDP adalah melakukan sosialisasi konsep dialog dan menghimpun berbagai masukan dari masyarakat mengenai tawaran dialog. Upaya untuk menginternalisasikan dukungan terhadap dialog semestinya dimulai dari dalam Tim JDP, dialog dijadikan agenda penting di tingkat lembaga masing –masing dan setiap orang yang terlibat diharapkan mampu menggapai dukungan maksimal sesuai kapasitas yang dimiliki.

Salah satu agenda JDP adalah memfasilitasi konsultasi public di beberapa tempat di Papua dan Papua barat. Sangat riskan memang jika konsultasi public yang dilakukan dipandang sebagai satu-satunya langkah pendekatan dan bentuk konsolidasi. Sebab peserta pada konsultasi public sangat terbatas meski dihadiri oleh orang –orang yang berperan penting dalam komunitasnya akan tetapi masih banyak tokoh penting lainnya yang tidak terlibat, terlupakan ataupun yang menghindar,terhadap mereka semuanya tentu membutuhkan startegi pendekatan yang berbeda.

Disadari pula bahwa polarisasi di kalangan orang Papua akhir-akhir ini meningkat sangat tajam oleh sebab itu banyak pihak yang memang harus didekati dan diajak bicara. Pendekatan yang dilakukan terhadap mantan Tapol, Napol dan tokoh Papua di luar negeri harus diimbangi dengan pendekatan kepada tokoh –tokoh Tapol dan Napol yang masih berada di penjara di dalam negeri. Sembari dengan itu komunikasi dengan gerakan-gerakan kaum muda di papua harus diperkuat. Kelompok lainnya yang perlu juga dilibatkan secara serius adalah kalangan pers untuk mengawal isu dialog dan memperluas pemberitaan mengenai pro dialog secara terus menerus. Sebab jika setiap saat pembaca disuguhkan informasi mengenai pro dialog maka mau tidak mau setiap orang akan berkenalan dan berinteraksi dengan berbagai gagasan pro dialog.

Kelompok selanjutnya yang juga harus dipertimbangkan adalah pendatang. Hasil survey ALDP bersama Cordaid - Netherlands tahun 2009 di 3 (tiga) lokasi yakni Kota Jayapura,Kab Jayapura dan Kab Keerom menunjukkan bahwa respon pendatang untuk memahami permasalahan di papua semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya peranan mereka. Sebagian orang papua menyarankan agar pendatang turut dilibatkan dalam menyelesaikan permasalahan di tanah papua sesuai dengan kapasitas dan porsinya. Pastor Neles Tebay dalam Dialog Jakarta-Papua,Sebuah Perspektif Papua juga menyebut eksistensi pendatang. Tawaran dialog bagi pendatang masih menimbulkan ketakutan. Dialog seolah-olah sama artinya dengan Papua merdeka, sekarang dialog pun menjadi isu sensitif bagi pendatang. Sehingga perlu dibangun komunikasi yang lebih intensif dan terbuka dengan pendatang mengenai berbagai persoalan kemanusiaan yang terjadi di Papua dan pentingnya berdialog untuk mencari solusi bersama.

Prinsip utama ketika melakukan kampanye pro dialog adalah menyediakan peluang sebesar – besarnya kepada siapa saja untuk mengembangkan prakarsa, saling berkontribusi dan bersinergis. Setiap proses yang dilakukan mesti dikomunikasikan terutama kepada masyarakat agar mereka merasa dilibatkan pada setiap proses bahkan diajak membuat keputusan. Harus rajin melakukan konfirmasi dan memberikan informasi. Mungkin waktunya akan lebih lama tetapi dukungan yang diberikan akan lebih kuat dan nyata. Semua orang yang optimis harus tetap mengedepankan sikap kritis dan rasional. Banyak orang sudah mulai bekerja dan masih butuh banyak orang lagi karena masih banyak kerjaan. Ada yang bekerja dengan giat dan terang–terangan tapi ada juga yang melakukannya dengan tekun dan diam-diam. Mungkin didahului dengan banyak cacian daripada pujian oleh karena itu yang dibutuhkan adalah konsistensi.

Keterangan foto : Lokakarya Membangun Perdamaian Lintas Etnis,ALDP 16 Desember 2009,andawat.