Pada tanggal 3 sampai dengan 8 Agustus di Mexico City, diadakan Conference AIDS 2008 dengan thema Universal Action Now. Peserta Conference dari sekitar 172 negara, mulai dari pemerintah, LSM dan organisasi masyarakat lainnya, termasuk kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual) serta ratusan wartawan dari berbagai media.
Banyak juga yang datang atas inisitaif perorangan, termasuk ibu rumah tangga, mahasiswa dan anak sekolah. Taksiran pesertanya sekitar 20 ribu orang, hal ini dilihat dari hasil registrasi peserta hingga menjelang pembukaan, jumlah ini belum ditambah dengan pengunjung Global Village dari dalam negara Meksiko sendiri.
Membludaknya jumlah peserta disebabkan juga karena publikasi Conference AIDS 2008 yang dinilai sangat berhasil. Sejak Januari 2008, panitia Conference telah melakukan publikasi di berbagai media, terutama internet dan negara-negara yang memiliki perwakilan Meksiko. Pendaftaran peserta dibuka secara on line dengan membayar registrasi sebesar 595 US dollar. Kebutuhan ini hanya untuk meng-cover biaya administrasi dan transportasi bus dari hotel-hotel ke tempat acara dan sebaliknya, sedangkan kebutuhan lainnya ditanggung oleh peserta.
Pada pembukaan Conference tanggal 3 agustus 2008, diisi dengan beragam sambutan, termasuk pandangan dan harapan (bukan kesaksian) dari Mony Pen, perempuan Cambodia penderita HIV-AIDS. Selain itu, sambutan dari ketua Panitia, Presiden IAS dan presiden Mexico. Sedangkan Ban Ki Moon, Sekretaris Jenderal PBB dalam sambutannya mengatakan bahwa Conference ini merupakan upaya besar yang sangat luar biasa dari setiap orang yang bekerja di berbagai bidang seperti di rumah sakit, klinik-klinik dan juga di komunitas. Memerangi stigma terhadap orang-orang yang terkena HIV-AIDS dan orang-orang yang hidup bersama penderita, baik sebagai teman, keluarga dan pekerja sosial, adalah usaha yang sangat serius, termasuk memerangi diskriminasi terhadap perempuan.
Ban Ki Moon mengharapkan agar setiap negara meningkatkan komitmennya untuk menetapkan undang-undang atau melaksanakan peraturan yang sudah ada dan juga memberikan sanksi kepada orang-orang yang memberlakukan diskriminasi terhadap penderita HIV dan orang orang yang mudah diserang HIV. Diharapkan juga para politisi di seluruh dunia ikut memerangi diskriminasi dan melindungi hak-hak orang yang hidup dengan HIV-AIDS. Di sekolah harus ada pengetahuan yang meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta di kalangan agama dan para pemimpin harus mencerminkan sikap toleransi, tanpa diskriminasi termasuk media massa agar tidak memberikan penghakiman dalam berbagai bentuk.
Ban Ki Moon juga mengingatkan pentingnya menjaga seluruh langkah panjang dari banyak negara untuk mencapai komitmen bersama dalam mendapatkan akses untuk melakukan pencegahan, perawatan, perhatian dan dukungan buat HIV-AIDS di tahun 2010.
Dengan kata lain, Ban Ki Mon, memanggil dan mengajak semua kekuatan di semua posisi untuk mempengaruhi satu gerakan besar yang memberikan kemajuan secara universal terhadap masalah HIV-AIDS. Pencegahan HIV-AIDS tanpa hukum yang melindungi berbagai aktifitas kehidupan sosial kemasyarakatan menurutnya hanya menjadi upaya kecil dari akses untuk penecegahan.
Pelaksanaan Conference mendapatkan dukungan dari berbagai lembaga International, seperti WHO-PBB, UNAID, IAS dan berbagai perusahaan obat-obatan seperti Roche, plus ratusan NGO international lainnya. Hal yang tak kalah pentingnya adalah dukungan yang luar biasa dari pemerintah dan rakyat Meksiko yang ‘turun ke jalan’. Diperkirakan sekitar 2 ribu relawan, dapat dijumpai mulai dari airport, hotel-hotel peserta hingga di setiap sudut Centro Banamex, tempat berlangsungnya Conference. Mereka menangani semua pekerjaan mulai dari administrasi, perlengkapan, kebersihan, media hingga keamanan, walau semuanya berlangsung sangat ketat dan cepat, sungguh sangat menolong sehingga semua proses tehnis berjalan dengan nyaman.
Sidang-sidang dalam Conference sendiri dikemas dalam ratusan sesi setiap harinya dan hanya hari pertama saja yang dilakukan secara panel dengan menampilkan narasumber mewakili negara, NGO dan juga penderita HIV-AIDS. Sebagian besar para penderita yang diberi kesempatan bicara berumur 18 – 23 tahun. Buku pedoman acara pun disusun tak kurang setebal 5 cm, plus buku-buku pedoman lainnya. Di bagian lain dari gedung tersebut dilengkapi dengan puluhan ruangan yang dapat difungsikan dengan berbagai kebutuhan mulai dari pers conference, ruang pameran dan poster, internet serta televisi layar datar yang sangat besar menyajikan informasi dari berbagai dunia mengenai HIV-AIDS.
Di halaman belakang gedung, di pasang tenda-tenda, bangunan semi permanen dan koridor berwarna putih dilapisi plastik dari satu sisi ke sisi yang lain, sepintas mirip tenda-tenda saat musim haji di Mekkah. Nampaknya areal ini merupakan ajang pacuan kuda, karena beberapa tanahnya nampak gembur dan sengaja tidak diubah hanya dilapisi tripleks tebal, sebagian dilapisi karpet dan juga rumput buatan. Separuh dari areal tersebut digunakan untuk tempat registrasi dan transportasi, serta separuhnya dikemas menjadi 250 stand pameran dan side events mewakili negara dan NGO, lengkap dengan panggung. Kegiatannya bermacam-macam, ada diskusi, pameran juga tarian serta musik. Terlihat paling aktif mengisi acara lengkap dengan kostum dan musiknya adalah delegasi dari Cina. Rupanya panggung dijadikan juga media ‘welcome to Beijing’, dalam rangka Olimpiade. Ada juga yang datang berkostum tokoh kartun, mencat dirinya dalam keadaan setengah bugil, menggalang aksi demo, dan banyak tampilan lainnya, tempat ini dinamakan: Global Village.
Mengenai kondom, ada cerita yang menarik karena sebagian peserta sempat kaget waktu diberikan tas setelah registrasi, selain buku-buku, di dalamnya berisi kondom. Selain itu, ada stand yang menyediakan kondom untuk dikemas ramai-ramai menjadi aneka pin dan selama conference berlangsung ada orang-orang yang tugasnya membagi-bagikan pita dan kondom, berkeliling di Global Village.
Hampir seluruh perwakilan negara di dunia memiliki stand di Global Village, termasuk Philipina, Thailand, Malaysia dan PNG, ironisnya Indonesia, secara khusus Papua tidak memiliki stand. Menurut Ketua KPAD Papua yang sempat kami temui – beliau datang bersama Gubernur Papua, juga hadir direktur YPKM -- karena tidak ada koordinasi di antara pengurus, padahal Ketua KPA dan juga pengurus KPAD, Kakanwil kesehatan dari beberapa provinsi datang, termasuk wakil dari Departemen Kesehatan. Tidak diketahui secara pasti jumlah peserta dari Indonesia termasuk Papua, namun diperkirakan jumlahnya jauh lebih kecil dari rata-rata setiap negara yang pesertanya hingga ratusan. Oleh karena itu ALDP bersyukur mendapatkan kesempatan untuk hadir sebagai mitra program SAN - Belanda.
Menurut Jenifer Bushee, koordinator program SAN, sebenarnya SAN memfasilitasi 2 lembaga melalui proses seleksi, yakni ALDP untuk pendekatan hak asasi manusia, khususnya hak perempuan dan YAKITA di Jakarta berkaitan dengan pendekatan medis. Akan tetapi teman dari Jakarta mengalami masalah ketika sudah transit di Narita, Jepang dan akan ke Meksiko via USA, dia ditolak oleh pihak imigrasi USA berkaitan dengan visanya, akhirnya dia kembali ke Jakarta.
Pada program SAN, fokus pendekatan yang dilakukan oleh ALDP adalah: [1]. Mengeksplorasi permasalahan dan upaya perlindungan terhadap hak-hak perempuan; [2]. Membangun internalisasi kesadaran melalui bagi ide dan konsep pada Kelompok Berbagi Cerita mengenai pengetahuan tentang HIV-AIDS dan upaya pencegehan HIV-AIDS; serta [3]. Membangun dukungan dan advokasi bagi orang-orang yang terinveksi HIV-AIDS. Pada perkembangan program, diskusi rutin yang dibangun dengan peserta yang tetap (Kelompok intra dan ekstra universiter dan teman-teman yang hidup dengan HIV-AIDS serta lembaga perempuan lainnya), mulai membangun kelompok diskusi formal dan informal pada komunitas masing-masing guna saling membagi pengetahuan yang ada serta terlibat memfasilitasi kegiatan HIV-AIDS dengan pendekatan serupa.
Bagian lain yang tak kalah pentingnya adalah melibatkan teman-teman yang terinveksi untuk diskusi dan membangun ide bersama mengenai kehidupan dan kebutuhan orang-orang yang terinveksi HIV -AIDS dan perlindungan terhadap hak-hak mereka. Berdasarkan pengalaman tersebut, SAN meminta ALDP untuk berbagi pengalaman dan pandangan tentang HIV-AIDS dari segi perlindungan hak-hak perempuan pada salah side events SAN – Blok 101, dengan thema: “Building Awareness on Women’s Rihgts to Build Healthy Relationships’.
Dari gambaran persiapan tehnis conference, jadwal-jadwal Conference dan yang terpenting sambutan dari Sekjen PBB tersebut menegaskan bahwa persoalan HIV-AIDS bukan saja persoalan medis yang hanya dapat diselesaikan melalui pendekatan medis. Akan tetapi ini merupakan persoalan kompleks yang sudah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia: Ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum. Selain pendekatan medis yang juga menjadi bagian penting adalah mengubah sistem dan cara pandang kita terhadap penderita HIV-AIDS serta terus memperkaya berbagai bentuk pencegahan dan penanganan HIV-AIDS. Pendekatan yang dilakukan harus juga mempertimbangkan setiap sisi kehidupan serta segala bentuk penghakiman yang akan memperburuk situasi pencegahan dan penangganan penderita HIV-AIDS.