LAPORAN TAHUNAN ALDP: 2010
English Bahasa Indonesia

30 Januari 2009

Buchtar Tabuni Tahanan Jaksa, Dipindahkan ke LP Abepura

Oleh: Andawat

Hari Rabu, 28 Januari 2009, Buctar Tabuni diserahkan oleh pihak Polda Papua ke Kejaksaan Tinggi di Papua. Pada saat Penyidik Polda Papua memberitahukan rencana tersebut, Buchtar Tabuni sedang tidur karena kondisi fisiknya beberapa hari ini terus terganggu, terutama akibat sakit maag. Setelah mandi, Buchtar Tabuni sempat merapikan barang-barang miliknya dan kemudian dibawa ke ruang penyidik guna menunggu penyelesaian administrasi sebelum diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Papua.

Buchtar Tabuni dibawa keluar Polda berdasarkan Surat Perintah Pengeluaran Tahanan No. Pol: SPP-HAN/37.L/I/2009/DITRESKRIM, tertanggal 28 Januari 2009, yang ditandatangani oleh Drs. AKBP DIDI S. YASMIN, selaku Wakil DIRESKRIM Polda Papua, dengan pertimbangan bahwa penyidikan terhadap tersangka telah selesai dan lengkap serta harus segera diserahkan kepada pihak Penuntut Umum untuk dilaksanakan pemeriksaan di sidang Pengadilan. Ini berarti masa penahanan Buchtar di Polda Papua selama 56 hari, terhitung sejak tanggal 3 Desember 2008 lalu oleh penyidik di bawah pimpinan AKP Yudhi Pinem, SIK, bersama AIPTU Abdul Kuddus, BRIPKA Ramli, S.Sos, dan BRIPTU Sofyan L. Paerong. Selama itu pula, Buchtar didampingi Tim PH.

Tersangka dan barang bukti diserahkan langsung oleh AKP Yudhi Pinem Sik kepada Penuntut Umum, Maskel Rambolangi, SH, dengan disaksikan oleh jaksa Kuo Baratakusuma, SH, dan BRIPKA Ramli, S.Sos. Nampak berbagai barang bukti juga diperlihatkan yang terdiri dari dokumen surat-surat yang digunakan pada saat korespondensi dengan pihak Polda Papua menyangkut rencana demonstrasi 16 Oktober 2008. Ada juga spanduk dan beberapa selebaran yang hampir sebagian besar ditandatangani oleh pimpinan Dewan Adat Papua (DAP), Forkorus Yaboisembut. Selain itu, terdapat 3 keping CD. Salah satunya bertuliskan ‘inventaris Polresta Jayapura’, sedangkan 2 keping CD lainnya terlihat jelas gambar wajah Buchtar Tabuni, Ketua DAP dan bendera Bintang Kejora, yang memuat rekaman demonstrasi tanggal 16 Oktober 2008.

“Berkas sudah P21 pada Selasa (27 Januari 2009) kemarin. Karena berkasnya sudah tidak ada masalah lagi, sehingga kami serahkan Tersangka dan barang buktinya ke jaksa”, demikian penjelasan Direskrim Polda Papua, Paulus Waterpauw. Setelah serah terima Tersangka dan barang bukti, dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan oleh Tim Penuntut Umum. Hal ini dilakukan biasanya untuk mengecek kembali kelengkapan formal berkaitan dengan identitas, pasal-pasal yang disangkakan, barang bukti dan lain-lain. Persiapan serah terima yang berlangsung cukup lama memberikan kesempatan kepada Buchtar Tabuni untuk beristirahat sejenak, santai bersama para wartawan yang ikut mengawal sejak dari Polda Papua. Tim PH juga mengambil kesempatan untuk menjelaskan dan mendiskusikan langkah hukum yang akan dilalui oleh Buchtar, termasuk mengingatkannya agar menjaga kesehatan dan memberikan informasi yang dibutuhkan demi kepentingan hukumnya.

Prinsipinya, Buchtar Tabuni siap menjalani proses hukum mesti dari segi psikis dia merasa agak terganggu selama di Polda dan berharap ada perubahan perlakukan di LP Abepura. Setelah diperiksa, Buchtar Tabuni kemudian dibawa ke Kejaksaan Negeri Jayapura untuk melengkapi berkas guna menjalani status sebagai tahanan Kejaksaan. Menurut Penuntut Umum, untuk perpanjangan penahanan Penuntut Umum, dia akan dititip di LP Abepura. Selain itu, mereka akan berusaha mempersiapkan berkasnya dengan cepat agar persidangan bisa segera digelar.

Di hari yang sama, penyidik Polda Papua merencanakan akan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap Sebi Sambom. Jika hal ini dilaksanakan, maka ini adalah pemeriksaan tambahan yang ketiga kalinya. Sayangnya, ketika ditemui PH di dalam kamar tahanannya, Sebi tampak lemah. Sebi mengaku sudah tiga hari ini tidak makan dan hanya minum air saja. Karena itu, dia minta dibelikan makanan. Memang sejak awal ditahan, Sebi tidak mau makan makanan yang disediakan oleh pihak Polda, biasanya ada keluarga dan kerabat yang datang membawa makanan untuknya. Tetapi entah kenapa sudah tiga hari keluarganya tidak datang membawakan makanan untuknya.

Secara psikis, Sebi terlihat lebih kuat dibanding dengan Buchtar Tabuni dalam menjalani masa penahanan di Polda. Hal ini bisa dimengerti, karena sejak awal Buchtar Tabuni telah mendapat tekanan yang cukup banyak, bahkan sebelum ditangkap dan ditahan. Buchtar Tabuni bersama sekitar 14 orang aktifis mahasiswa sempat dipukuli dan dipaksa naik ke mobil tahanan polisi untuk selanjutnya dibawa ke Polresta pada waktu demo 20 Oktober 2008 lalu. Pada saat ditahan pun, dia tidak bersedia memberikan keterangan, hingga tekanan buatnya makin meningkat, apalagi setelah peristiwa pemukulan yang dialaminya pada 17 Januari 2009 lalu.

Selain itu, sikap Sebi yang lebih terbuka tentu membuat pihak penyidik sulit mencari alasan untuk menekannya meski Sebi tetap bersikeras menolak makan makanan yang disediakan pihak Polda. Pada 23 Desember 2008, ketika tim PH meminta ijin agar Sebi diperkenankan menengok istrinya yang baru melahirkan anak pertamanya, tanpa keberatan pihak penyidik mengabulkan permohonan tersebut. “Kalau Buktar, kami sulit memberikan ijin, sebab dia bersikap agak beda”, aku Direksrim Polda Papua ketika kala itu.

Sebi dengan sikapnya yang lebih pendiam, lebih banyak menghabiskan waktunya di tahanan dengan membaca dan menulis. Kamar tahanannya penuh dengan kertas-kertas yang berisi catatan tangannya, ada beberapa buku dan kamus bahasa Inggris. Kebiasaan Sebi ini mengingatkan Tim PH kepada Enos Lokobal, salah satu narapidana kasus penyerangan Gudang Senjata Kodim Wamena tahun 2003. Enos Lokobal menulis perjalanan pemidanaannya mulai dari LP Wamena, LP Gunung Sari Makasar, hingga kini di LP Biak. Setiap dibezuk, yang dimintanya adalah buku dan pena.

Walaupun wajah Sebi tetap semangat jika bercerita, tetapi dia langsung terlihat agak gelisah ketika akan dilakukan pemeriksaan. Maka akhirnya Tim PH meminta ijin kepada penyidik untuk menunda pemeriksaan pada keesokan harinya (29 Januari 2009). Sebi masih akan menjalani masa penahanan di Polda Papua, sebab berkasnya baru P19 (tahap pertama ke kejaksaan dan belum dianggap selesai), sedangkan Buchtar akan bertemu dengan suasana yang berbeda yang semoga lebih baik di LP Abepura.

Salah satu catatan yang dihasilkan Sebi adalah tulisan kecil tentang ‘makar’ yang ada di secarik kertas di kamarnya. Dia menulis begini:

Dear semua… Ada masukan dari kami mengenai kata ‘makar’. Kata ‘makar’ itu, Indonesia salah terjemahkan, sehingga perlu diamandemen atau protes saat demo. Sebenarnya kata ini di dalam bahasa bahasa Inggris berarti 1. Trick: akal, muslihat, memperdayakan, menipu; 2. Tactics: taktik, siasat; 3. Attack: menyerang; 4. Assault: serbuan, serangan. Jika dilihat dari arti kata di atas, maka kami yang telah melakukan demo pada 16 Oktober 2008 belum terkena. Mohon didiskusikan. Terjemahan pemerintah Indonesia yang telah mereka masukan dalam kamus bahasa Indonesia tidak sama dengan versi internasional. Yang dimaksud adalah makar (tipu, muslihat, akal busuk, perbuatan atau usaha untuk menjatuhkan pemerintah yang sah). Kesimpulannya, sebenarnya kata ‘makar’ cocok untuk perlawanan bersenjata. Kelompok masyarakat yang demo damai tidak pantas disebutkan ‘makar’, karena arti ‘makar’ sendiri telah jelas. ‘Wa….’, mohon didiskusikan”.

Begitu catatan akhirnya. “Ini pekerjaan untuk kita semua”, ujarnya tenang.


Keterangan Foto:
Buchtar Tabuni ketika menandantangani Berita Acara Pemeriksaan beberapa waktu lalu.
(andawat).